12 Juni 2008

Terlalu Sulit Dimaafkan

Di Muat di Jawa Pos.
Pada Hari Selasa, 16 Mei 2006.

Oleh : Syahrul Kirom *

Kontroversi status hukum mantan Presiden Soeharto yang berkaitan dengan kasus tindak pidana korupsi di tujuh yayasan di Indonesia menjadi diskursus publik yang cukup menarik seiring munculnya Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) oleh Kejaksaan Agung.

SKPP tersebut keluar karena pengendapan proses penyidikan akibat penguasa Orde Baru (Orba) yang telah berusia 84 tahun itu sakit-sakitan. Kondisi manta Presiden Soeharto Kembali memburuk dan mengalami pendarahan lambung. Kadar hemoglobinnya terus menurun. Bila sebelumnya 8,1 gram persen (normal antara 11-13 gram), kemarin drop ke angka 6,8 gram persen (Jawa Pos, 14/05/2006). Namun, persoalannya, kenapa dia masih sering tampil di depan
publik dengan menghadiri pernikahan cucunya beberapa waktu lalu?

Karena itu, kasus hukum Soeharto harus tetap dijalankan. Dosa-dosa sejarah Orde Baru, tindakan otoriter, represif yang dilakukan beserta kroni-kroninya selama 32 tahun berkuasa harus dipertanggungjawabkan di hadapan publik.

Bukan sebaliknya, dengan sangat mudahnya pemerintah serta Jaksa Agung Abdurahman Saleh menyatakan agar status hukum mantan Soeharto dihentikan. Apakah kita tidak mendengar jeritan hati seorang tahanan politik (tapol), seperti Pramoedya Ananta Toer, tokoh komunis asal Blora. Karya-karyanya yang pedas di telinga rezim Soeharto terpaksa diberedel serta tidak boleh diterbitkan sehingga dengan sangat terpaksa dia harus keluar masuk penjara.

Pernahkah kita merasakan bagaimana tersenyum di tengah derita rezim Soeharto? Siksaan demi siksaan ditimpakan atas diri kaum pemuda, bagi siapa pun yang menentang kekuasaan rezim Orba. Begitu juga, tatkala kayu pemukul dan pentungan besi harus dihantamkan pada tubuh-tubuh yang lunglai. Ketika kuku-kuku jemari dicabuti, kumis, dan tubuh dililit kawat bermuatan listrik.

September 1984, peristiwa Tanjung Priok terjadi. Manusia ditembak bagai binatang buruan. Awal 1989, tragedi Lampung berdarah. Laki-laki dibunuh karena dituduh pembangkang. Bayi, anak-anak, dan ibu mereka jadi sasaran kemarahan. Mereka dipanggang hidup-hidup di dalam rumah yang sengaja dibakar. Sebanyak 50 ibu-ibu, 80 anak-anak, pria dan wanita, jadi korban pembantaian biadab. Menyusul pembunuhan muslim di Aceh pada 1990. Jasad manusia bergelimpang di jalanan.

Begitu pula, tragedi menjelang reformasi pada 12 Mei 1998, yang menuntut lengsernya Soeharto, memakan korban yang tidak sedikit. Empat orang mahasiswa Trisakti tewas saat aparat kepolisian dan tentara menembakkan peluru tajam ke arah Kampus Trisakti di Grogol. Elang Mulya Lesmana (19) luka tembak di dada, Hafidin Royan (21) luka tembak di kepala, Hendriawan Sie (20) luka tembak di leher, dan Hery Hartanto (21) luka tembak di punggung, tewas akibat terjangan timah panas tentara dan polisi.

Beberapa hari sebelumnya, 8 Mei 1998, seorang mahasiswa di Jogjakarta, Moses Gatotkaca, juga tewas dalam bentrokan dengan aparat ketika aksi unjuk rasa menuntut Presiden Soeharto mundur.

Gerakan reformasi 21 Mei 1998, yang dipelopori mahasiwa, mampu memaksa mundur singgasana kekuasaan yang telah diduduki Soeharto selama tujuh periode (1986-1998). Di balik gerakan reformasi, kita bisa mengungkap politik rezim Orde Baru, yang selama bertahun-tahun mencekam dan menipu berjuta-juta rakyat Indonesia.

Dengan begitu, mata kita bisa terbuka, ternyata ada yang salah dalam sistem pengelolaan negara ini. Akibatnya, bangsa Indonesia ditimpa musibah dahsyat di bidang ekonomi, politik, sosial, dan moral serta krisis mulitidemsi.

Sejak rezim Soeharto berkuasa, dia dengan cerdik melahirkan banyak produk hukum dengan cara mengadopsi hukum warisan kolonial untuk digunakan sebagai katup penyumbat terhadap partisipasi politik. Mulai Kopkamtib, Asas Tunggal, UU Perkawinan, hingga pembantaiaan serta penangkapan aktivis, seperti tragedi DOM (Daerah Operasi Militer) di Aceh dan kasus-kasus lain yang dikategorikan melanggar UUD 1945.

Permaafan

Karena itu, sejarah kelam rezim Soeharto harus dijadikan bahan pertimbangan utama ketika pemerintah Indonesia dan Kejaksaan Agung saat ini ingin menghentikkan kasus hukum Soeharto. Akibat sikap dan tindakan yang sangat kejam, tidak ada permohonan maaf bagi Soeharto dan antek-anteknya.

Bagaimana kita harus memaafkan seorang penguasa zalim dengan hanya mengucapkan kata-kata maaf. Kejahatan yang berlalu tetap tidak akan bisa tergantikkan dengan pernyataan maaf. Alih-alih Soeharto mendapatkan hukuman berat, itu menandakan permaafan dan hukum yang diberikan Soeharto pun tidak setimpal dengan tindakan yang menyakitkan rakyat Indonesia.

Meminjam analisis Jacques Derrida dalam Cosmopolitanism and On Forgiviness (2003), meski Soeharto memperoleh amnesti, abolisi, rehabilitasi, situasi trauma berdarah, seperti tragedi Semanggi I dan II, meminta bentuk-bentuk permaafan.

Permaafan atau pengampunan sesungguhnya yang kita berikan kepada mantan Presiden Soeharto mengandung ciri memaafkan apa yang tak bisa dimaafkan.

Ketika Soeharto meminta maaf kepada bangsa Indonesia, mereka yang pernah merasakan siksaan rezim Soeharto tidak akan pernah mengatakan maaf. Sekalipun luka dalam hati, mereka sudah dilambari jasa-jasa Soeharto yang cukup besar terhadap bangsa dan negara Indonesia.

* Syahrul Kirom, mahasiswa Aqidah Filsafat UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta.

4 komentar:

Lokus Ulul Albab mengatakan...

terlalu manis untuk dilupakan kenangan yg indah bersama Pak Harto dalam Orba

(Kaka, Terlalu Manis, (Jakarta: Slank Album Minoritas, 1995), lir. 3

Lokus Ulul Albab mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Lokus Ulul Albab mengatakan...

wong kok apalane munine "sulit"
lha kowe kok ngerti rakyat indonesia sulit memaafkan Pak Harto?

emang kamu sudah mensurvey? kalo belom ya survey.. kalo gak bisa ya.. ya ga usah komentar mending dikembalikan pada seluruh rakyat aja....

gitu aja kok repot1

1 Abdurrahman Wahid, Gitu Aja Kok Repot, (Jakarta: Istana Negara, 2001), hlm. 1999-2003

Lokus Ulul Albab mengatakan...

he he he... aku canda lhooo

jangan tersinggung ya...
kan tau sendiri aku kan selalu menggodamu hehehe...


Senyum tanda mesra
Senyum tanda sayang
Senyumlah sedekah yang paling mudah


Raihan, Senyumlah, (Kuala Lumpur: Album Senyum, 2000), lir. 1

Posting Komentar