15 April 2011

GEDUNG DPR DAN KRISIS HATI NURANI

It Was Published in Suara Pembaruan News Paper

Kamis, 14 April 2011

OPINI

Syahrul Kirom, Mahasiswa Pascasarjana (S2), Program Master Filsafat, Fakultas Filsafat, UGM Yogyakarta



Oleh : Syahrul Kirom*

Lagi-lagi wakil rakyat kita di DPR RI membuat ulah dan meresahkan masyarakat Indonesia. Rencana pembangunn gedung baru DPR RI itulah sehingga menimbulkan keresahan dan kecemberuan sosial dari bangsa Indonesia. Apalagi, pembangunan gedung tersebut diperkirakan akan memakan biaya Rp. 800 juta per ruang anggota dan total biaya pembangunan fisiknya mencapai Rp. 1,138 triliun.

Pembangunan gedung DPR yang sangat mewah itu sangat kontroversial, di tengah-tengah kota Jakarta, banyak pemukiman yang kumuh di kolong-kolong Jembatan dan rumah-rumah di sudut perkotaan kian ambruk serta kemiskinan yang masih banyak melanda bangsa Indonesia. Karena itu, sudah seharusnya anggaran pembangunan gedung mewah itu bisa di anggarkan terhadap perumahan yang kumuh di kota-kota besar seperti di Jakarta, tentunnya anggaran itu akan lebih memiliki makna yang berarti (meaningfull) bagi kesejehteraan masyarakat Indonesia.

Karena itu, elite politik di DPR harus memiliki kesadaran moralitas yang tinggi, nalarnya tidak pendek hanya untuk kepentingan jangka pendek. Kepentingan rakyat harus lebih diutamakan, Aristoles dalam karyanya ”Nichomachean Ethic” (1969), mengatakan, bahwa etika keutamaan harus lebih didahulukan, dalam artin keutamaan, untuk kemakmuran dan kesejahteraan harus lebih dulu dipikirkan daripada untuk kelompok anggota DPR yang sejatinya adalah hanya pelayan rakyat Indonesia, wakil rakyat, sudah seharusnya merakyat.

Tidak Manusiawi

Pembangunan gedung mewah yang menghabiskan dana triliunan itu menyiratkan bahwa elite politik di DPR tidak mempunyai “hati nurani”, kesadaran dalam berpikir secara manusiawi mulai tumpul, nalurinya sangat tidak manusiawi. Anggota DPR RI tidak mempunyai perasaan moral. Padahal, jika anggota DPR RI itu seperti manusia, tentunya, mereka memiliki hati nurani, bukan seperti hewan liar, yang menuruti ambisi kekuasaan dan mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya. Karena itu, David Hume, seorang filsuf modern, mengatakan bahwa hidup yang baik adalah hidup yang ditimbulkan oleh perasaan moral atau hati nurani. Perasaan moral atau hati nurani menjadi kekuatan dan landasan filosofis munculnya moralitas di dalam diri manusia. Perasaan moral ini menegaskan pada manusia, agar manusia di dalam setiap melakukan tindakan itu harus didasarkan atas perasaan moral, bukan karena nafsu kekuasaan dan kepentingan individu ?

Meminjam analisis Immanuel Kant, hati nurani merupakan tuntutan suara hati yang bersifat mutlak yang harus dilaksanakan. Setiap kita harus memenuhi suara hati, misalnya korupsi adalah perbuatan yang jahat dan yang buruk. Karena itu, ketika kita sudah mengetahui bahwa korupsi adalah perbuatan yang merugikan orang lain, maka tindakan suara hati harus menolak dan kita tidak boleh melakukan korupsi. Sebab, tindakan itu sudah tidak sesuai dengan tuntutan dan kewajiban hati nurani.

Hati nurani merupakan salah satu sumber kesadaran bagi elite politik. Bagaimana anggota DPR RI itu harus bertindak secara baik bagi kepentingan bangsa Indonesia, bukan untuk segelintir kelompok tertentu. Hati nurani menjadi kunci utama bagi seseorang dalam menjalankan atau melakukan tindakan yang etis.

Suara hati menjadi faktor paling mendasar dalam membangun kesadaran moral manusia. Suara hati nurani harus selalu ditaati dan wajib dilaksanakan, apabila pembangunan gedung DPR itu tidak perlu dilakukan, setidak tidak wajib dilaksanankan dan sudah seharunya pembangunan gedung DPR yang mewah itu harus dibatalkan. Dengan menaati dan menuruti suara hati, dalam hal melakukan yang baik, itu harus dijalankan. Apabila tidak dilaksanakan itu adalah kebersalahan dan itu bentuk pelanggaran etis.

Kewajiban memenuhi hati nurani, akan memberikan efek positif, dalam membentuk karakter dan etika manusia. Karena itu, ketika orang merasa bersalah sudah seharusnya mereka malu dan tidak menjalankan perbuatan yang salah. Sebab, hal itu telah menyalahi suara hati manusia. Dengan begitu, suara hati ini mampu memberikan kesadaran terhadap anggota DPR untuk membatalkan rencana pembangunan gedung DPR. Karena itu, kualitas elite politik di DPR RI sudah seharusnya diperbaiki dahulu, bahkan kebijakan-kebijakannya pun harus pro rakyat Indonesia, bukan pro kekuasaan, kekuasaan yang seharusnya untuk mengabdi kepada rakyat Indonesia, sudah seharusnya dilaksanakan.

Karena itu, kekuasaan itu ada sebagai tuntutan dan kewajiban untuk menjalankan amanah dari suara hati yang harus dipenuhi untuk kepentingan bangsa Indonesia. Dengan begitu, jika pembangunan gedung mewah DPR dirasakan tidak sangat penting, yang sudah semestinya dibatalkan, jika pembangunan gedung DPR itu tetap dijalankan sangat tidak etis. Alangkah lebih baik lagi, jika anggaran dana pembangunan gedung DPR diberikan untuk kesejahteraan dan kemakmuran terhadap rakyat Indonesia itu akan menjadi lebih baik. Akan tetapi, elite politik di DPR RI tidak mampu memberikan yang kesejahteraan terhadap kepentingan masyarakat Indonesia, maka tunggu saatnya bila bangsa Indonesia ini akan mengalami kehancuran dan keterpurukan. Semoga.