20 Juli 2010

Pancasila : Upaya Menyelesaikan Persoalan Kebangsaan

OPINI

Dosen, Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin (STIU) Chozinatul Ulum Blora, Jawa Tengah

Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia, sudah seharusnya dijadikan langkah awal dan refleksi kritis sebagai upaya dalam memecahkan persoalan kebangsaan. Saat ini seolah-olah nilai-nilai pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia tidak mampu diimplementasikan oleh elite politik pejabat negara dan masyarakat, sehingga tak salah kiranya jika banyak terjadi kehancuran peradaban bangsa Indonesia.

Menguatnya praktek korupsi di Indonesia itu disebabkan para pejabat negara itu tidak mampu mengamalkan nilai-nilai pancasila. Bahkan mereka sangat apatis, dan tidak peduli dengan apa itu pancasila. Pancasila dijadikan sebagai sebuah identitas saja. Tapi, tidak pernah diimmplementasikan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Padahal, sebagaimana yang kita ketahui secara bersama. Pancasila sebagai sebuah pandangan hidup (way of life) itu memberikan suatu petunjuk bagi masyarakat Indonesia. Pancasila yang mempunyai nila-nilai luhur itu sudah seharusnya mampu dijadikan alat dan tindakan dalam setiap mengambil keputusan dan kebijakan di dalam sistem pemerintahan di Indonesia.

Pancasila yang juga memiliki sumber-sumber ilmu pengetahuan dan memiliki nilai-nilai yang luhur sudah seharusnya dapat diimplementasikan oleh setiap masyarakat Indonesia. Akan tetapi, persoalan secara filosofis adalah kenapa pancasila itu sulit diterapkan di dalam diri bangsa Indonesia? Seolah –olah pancasila itu hanya sebagai sebuah simbol, tapi tak memiliki arti dan sumbangasih dalam menyelesaikan persoalan negara.

Berdasarkan asumsi itu, persoalan mengenai lunturnnya pemahaman bangsa Indonesia mengenai Pancasila sebagai pandangan hidup (way of life) menjadi tugas dari disiplin filsafat ilmu. Filsafat ilmu sebagai dasar ilmu pengetahuan harus mampu mengembangkan pancasila sebagai dasar-dasar ilmu pengetahuan yang sesungguhnya mempunyai niai-nilai luhur untuk mengatasi persoalan kebangsaan. Dengan menggunakan aspek ontologi, epistemologi dan aksiologi.

Filsafat ilmu sebagai dasar sebuah ilmu pengetahuan (science of knowledge) dapat digunakan untuk mengembangkan pancasila dan memecahkan persoalan kebangsaan dengan tiga cara. Pertama, secara ontologi, Pancasila pada hakekatnya, sebuah sistem nilai atau prinsip yang mendasari bangunan negara Indonesia. Sebagai nilai atau prinsip dasar, di dalamnya terkandung makna-makna kebijaksanaan reflektif yang menyiratkan idealisasi pada sesuatu yang dianggap baik, benar, indah dan bermanfaat bagi manusia.

Di dalam sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, itu pada dasarnya menegaskan secara ontologi, bahwa manusia hidup di dunia harus selalu bertaqwa dan beriman kepada Tuhan. Sila pertama yang memiki makna secara ontologi sebagai sebuah ilmu pengetahuan harusnya bisa dipahami oleh masyarakat Indonesia. sehingga manusia itu diharapkan tidak melakukan perbuatan yang tercela dan merugikan orang lain, menghindari praktek korupsi.

Kedua, secara epistemologis, pancasila, pada mulanya adalah harmonisasi dari paham Barat modern sekuler, paham kebangsaan, islam dan pelbegai jenis pengetahuan lainnya yang melalui proses perdebatan panjang hingga mencapai titik temu. Kebenaran yang dikandung Pancasila adalah kebenaran konsensus. Watak konsensus berkonsekuensi pada fleksibilitas peninjauan atas konsensus, meskipun jika berubah dalam bentuk yuridis akan memiliki kekuatan mengikat. Pancasila, yang mengandung kebenaran konsensus adalah sistem terbuka yang dapat ditafsir dalam pelbagai arti, dinilai kelemahan dan kelebihannya dan dikontekstualisasikan dengan semangat perubahan.

Pengetahuan yang bersifat kefilsafatan mengenai pancasila memiliki kesesuaiaan dengan proses tercapainya kesiapan pribadi. Dengan adanya pengetahuan yang bersifat kefilsafatan mengenai yaitu pengetahuan tentang hakikat pancasila, maka berarti pula dimiliki dasar yang kuat dan kekal terbentuknya way of life negara, bangsa dan warga negara (Ferry Edwin, dkk, 2006:165).

Di samping itu, nila-nilai pancasila yang terdiri dari lima sila itu memiliki banyak sumber pengetahuan yang sudah seharusnya mampu diimplemenatsikan dalam kehidupan manusia dan sumber pengetahuan pancasila itu harus dijadikan petunjuk terhadap manusia dalam melakukan tindakan. Pengetahuan yang terkandung di dalam pancasila sesungguhnya sudah cukup untuk mengatasi persoalan kebangsaan dan untuk membawa kemajuan bangsa Indonesia yang lebih baik. Jika pengetahuan-pengetahuan pancasila itu diterapkan secara genuine terhadap manusia di dalam menjalan semua aktivitas dan bahkan dalam menjalankan tugas negara.

Ketiga, secara aksiologi, pancasila sebagai pandangan hidup mempunyai nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam sila-sila, yakni nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, persatuan dan kerakyatan serta keadilan sosial-yang memiliki sikap keberpihakan untuk membela dan menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai luhur seperti budi pekerti, cipta-rasa-karsa dan nurani yang terkandung di dalam butir-butir pancasila itu sudah seharusnya mampu diserap nilai dasar dari pancasila ke dalam jiwa dan tubuh masyarakat Indonesia.

Berpijak dari ketiga aspek di dalam filsafat ilmu tersebut, secara ontologis, epistemologis dan aksiologis nilai-nilai di dalam sistem filsafat mengandung ajaran tentang potensi dan martabat manusia yang dianugerahi martabat, sebagaimana telah dijelaskan dalam butir-butir pancasila, keunggulan dan kemuliaan di dalam pancasila itu adalah anugerah dari Tuhan.

Dengan di dasari oleh nilai-nilai luhur Pancasila diharapkan bisa menggugah manusia-manusia Indonesia untuk kembali bersetia dan konsisten meresapi dan mengamalkan nilai-nilai pancasila. Karena itu, sudah menjadi tanggung jawab kita semua baik itu, elite politik, pejabat negara, dan masyarakat Indonesa untuk mampu menerapkan nilai-nilai ajaran pancasila dalam kehidupan umat manusia. Sehingga ajaran dan nilai-nilai pancasila tidak menjadi sebuah simbol saja dan dijadikan sebagai alat kepentingan politik.

Karena itu, saya hanya bisa berharap kepada seluruh komponen masyarakat Indonesia untuk mampu menghayati dan menjiwai nilai-nilai budi pekerti dari pancasila ini. Dengan begitu, besar kemungkinan masyarakat Indonesia akan lebih baik dan lebih maju, melainkan juga, perilaku dan perbuatan bangsa Indonesia jauh akan menjadi manusia yang sempurna. Sehingga apa yang dicita-citakan bangsa Indonesia ini akan tercapai dan menjadikan jati diri bangsa Indonesia lebih bermartabat di hadapan negera-negara Eropa.

Neosaminisme dan Kritik Kebijakan pemerintah

OPINI

Dosen, Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin (STIU) Chozinatul Ulum Blora, Jawa Tengah

Membicarakan wacana neosaminisme sangatlah menarik di tengah krisis moral atas pejabat negara. Paradigma neosaminisme sangatlah tepat sekali sebagai upaya kritik terhadap atas kebijakan-kebijakan pemerintah yang mengandung muatan politis dan hanya untuk kepentingan kelompok tertentu. Neosaminisme merupakan gerakan untuk membangun kesadaran sikap yang jujur, tidak suka berbohong, apalagi mengatasnamakan kepentingan rakyat.

Karena itu, pemahaman yang dibangun atas kaum neosaminisme inilah yang sebenarnya ingin ditunjukkan kepada pemerintah, bahwa selama ini kebijakan pemerintahan atas adanya kenaikan tarif dasar listrik (TDL), Dana Aspirasi, dan kebijakan lainnya, sesungguhnya tidak memiliki nalar kritis bagaimana memberikan kesejahteraan rakyat. Melainkan, setiap kebijakan yang diambil mesti berkaitan dengan kelompok tertentu maupu partai tertentu. Hal itu semakin menegaskan bahwa DPR bukanlah wakil rakyat yang benar-benar bisa dipercaya sepenuhnya.

Dengan begitu, pemerintah dan masyarakat Indonesia ini sesungguhnya harus banyak belajar dari masyarakat Samin. Dalam ajaran saminisme, mereka juga mempunyai nilai-nilai dan prinsip moral. Bagaimana manusia seharusnya bertindak yang baik, berwatak yang sopan dan santun, serta mengedepankan pada aspek keharmonisan satu dengan yang lainnya. Karena itu, pemerintah, elit politik, penguasa, dan anggota DPR kiranya perlu belajar banyak dari perilaku dan watak dari masyarakat Samin.

Di antara perilaku dan watak dari orang Samin, bahwa ia menekankan pada nila-nilai dan moralitas yang melarang untuk menganggu orang lain. menganggu orang lain, bisa kita maknai, bahwa pemerintah dan anggota DPR, jangan selalu merugikan orang lain atas kebijakan yang dibentuknya. Sebab apa, kebijakan dana aspirasi itu sama saja dengan menggangu orang lain. Karena itu, Orang samin dilarang mengganggu orang lain, dalam artian ini tujuan moralitas secara filosofis adalah bahwa masyarakat yang sering menggangu orang tidak baik. Hal itu menyalahi hati nurani manusia, menggangu sama dengan melukai hati orang lain, di sanalah keburukan akan terjadi.

Di sisi lain, bagi anggota DPR dan para penguasa yang dalam tugasnya sebagai wakil rakyat, hanya mengejar hawa nafsunya dan hanya memikirkan pemuasan kebutuhan-kebutuhan individu atau diri sendiri, melainkan juga dianggap rendah dan disayangkan. Kelakuan yang rakus akan harta dan uang itu menunjukkan bahwa para anggota DPR dan para penguasa belum mengerti cara hidup mana yang menjadi kepentinganya yang sebenarnya.

Masyarakat Samin juga melarang untuk mengambil barang orang lain, atau mencuri. Mencuri itu adalah perbuatan yang tidak baik dan merugikan orang lain. melainkan juga, secara filosofis kenapa mengambil barang orang dilarang ? Orang samin tidak memiliki sifat untuk mencuri, menipu, dan mengambil sesuatu orang lain spirit dan tindakan itulah kiranya yang perlu dijadikan tauladan bagi anggota DPR dan para penguasa, agar tidak mencuri uang rakyat, apalagi dengan segala kebijakan seperti Dana Aspirasi dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat. Akan tetapi, faktanya terkadang uang dari Dana Aspirasi itu juga belum tentu sampai kepada rakyat Indonesia. Karena itu, mengambil barang orang lain atau mencuri uang rakya, berarti juga telah mengotori jiwa dan meracuni diri manusia dari barang –barang yang bukan milikinya.

Orang Samin juga memiliki sikap yang jujur, masyarakat samin sebagai masyarakat yang lugu dan tidak pernah melakukan kebohongan, mereka kalau ditanya menjawab apa adanya, dan selalu jujur pada dirinya. Kejujuran adalah mencerminkan diri masyarakat yang bersih. Dengan berlaku pada sikap jujur masyarakat akan selalu memperoleh kebaikan dari yang lain. Dengan begitu, anggota DPR dan para penguasa harus selalu mengedepankan kejjujuran dalam setiap menentukan kebijakan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan partai atau kelompok tertentu. Kejujuran adalah kunci sukses dalam membangun peradaban bangsa Indonesia.

Dalam masyarakat Samin ada hukum yang berbunyi: “aja drengki srei, tukar padu, dahpen kemeren, Aja dikutil jumput, mbhedog colong, maksudnya, warga samin dilarang berhati jahat, berperang mulut, iri hati pada orang lain, dan dilarang mengambil milik orang lain. Apalagi menjumpai barang yang tercecer tidak boleh diambil.

Karena itu, ajaran masyarakat Samin yang mengedepankan pada kebaikan adalah benar. Sebab apa, semua perbuatan mereka berawal dari baik, maka berakhirnya juga harus baik. Dengan begitu, sikap-sikap yang baik itu dilestarikan masyarakat Samin sebagai hal itu diajarkan dalam kitab suci masyarakat Samin, terutama dalam serat uri-uri pambudi.

Dengan demikian, membangun gerakan neosaminisme adalah sebuah penyadaran terhadap pikiran, ucapan dan tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai kebenaran terhadap pejabat negara dan anggota DPR maupun DPRD. Karena itu, elit politik dan anggota DPR harus mampu mewujudkan perilaku dan sikap jujur yang dicontohkan oleh orang Samin. Dengan begitu, membangun paradigma neosaminisme merupakan suatu keniscayaan yang harus diimplementasikan oleh pejabat negara dan anggota DPR dalam mengambil setiap kebijakan-kebjakan yang berkaitan dengan kepentingan rakyat Indonesia. Semoga.

19 Juli 2010

Menjunjung Tinggi Keadilan Hukum di Indonesia

OPINI

Syahrul Kirom, S.Fil.I

Dosen, Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin (STIU) Chozinatul Ulum, Blora, Jawa Tengah


Keadilan hukum merupakan suatu keniscayaan yang harus ditegakkan di dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Keadilan hukum adalah kunci sukses dalam membangun setiap peradaban bangsa Indonesia, sebagai upaya dalam memberikan kesejahteraan dan pemerataan atas hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap manusia. Karena itu, prinsip-prinsip keadilan hukum harus mampu dimplementasikan sebagai upaya membangun kesadaran kepada setiap insan manusia dan pejabat negara.
Perlu kita sadari secara bersama, persoalan keadilan hukum, yang kelihatan kecil.

Akan tetapi, problem ini sering muncul di dalam kehidupan sekitar kita. Kita lihat saja banyak penjabat negara yang melakukan praktek korupsi uang rakyat, itu sesungguhnya mencerminkan ketidakadilan secara hukum terhadap rakyat kecil. Masih hangat dalam pikiran kita, kasus Mafia Pajak, yang dilakukan oleh Gayus Tambunan, dengan menggelapkan dan mengkorupsi uang pajak dari rakyat yang bermilyaran, untuk kepentingan diri sendiri, belum juga diberikan hukuman setimpal.

Selain itu, mereka yang terlibat kasus Bank Century, mampu lolos dari jeratan hukum,dan bahkan mafia peradilan, di mana para hakim dan penegak hukum justru bermain-main dengan hukum, para penegak hukum mudah disuap dan bahkan ketika para penegak hukum ketika dihadapkan dengan para penguasa yang terlibat dalam kasus korupsi pun, yang jelas-jelas terlibat sebaliknya diloloskan dari vonis hukuman. Praktek peradilan dan penegakan hukum di Indonesia itu pun menyebabkan kontroversi dan paradoksal dengan rakyat kecil. Realitas itu mencerminkan bahwa sejatinya di negara Indonesia banyak terjadi praktek-praktek ketidakadilan hukum. Di samping itu, para penegak hukum banyak yang kurang memahami apa itu yang dimaksud dengan keadilan hukum ?

Di sisi lain, terkadang keadilan hukum dijadikan alat jual beli hukum. Keadilan hukum seolah-olah menjadi sesuatu yang komersial dan bisa dijual kepada yang siapa saja yang memiliki uang banyak dan kekuasaaan. Itulah fakta yang saat ini sedang menimpa pengadilan hukum dan kejaksaan tinggi di Indonesia, yang dengan mudahnya para hakim dan jaksa bisa disuap. Karena jelas bahwa hukum atau perundangan, harusnya adil. Tapi nyatannya seringkali tidak. Hukum terkait dengan keadilan tanpa sepenuhya disadari oleh kaum penegak hukum di Indonesia. Karena itu, potret buram penegakan hukum di Indonesia ini disebabkan karena para penegak hukum tidak pernah memahami secara filosofis dan esensi dari apa itu yang disebut dengan “hukum”. Sehingga menyebabkan keadilan hukum terhadap masyarakat semakin terdiskriminasikan dan tergadaikan dengan uang.

Supremasi hukum dan penegakkan hukum harus ditegakkan saat ini dalam rangka menegakkan keadilan dan kebenaran yang sesuai dengan tujuan hukum yakni, ketertiban, keamanan, ketentraman, kedamaiaan, kesejahteraan. Pemikiran filosofis keadilan yang berkaitan dengan filsafat hukum sangat terkait dengan pemikiran John Rawls yang mengungkapkan tiga faktor. Pertama, perimbangan hukum (gerechtigkeit). Kedua, kepastian hukum (Rechtessisherkeit). Ketiga, kemanfaatan hukum (Zweckmassigkeit).

Dalam buku Politeia Plato melukiskan suatu model tentang negara yang adil. Negara harus diatur secara seimbang menurut bagian-bagiannya, supaya adil. Dalam negara macam itu tiap-tiap golongan mempunyai tempat alamiahnya. Timbullah keadilan, bila tiap-tiap kelompok berbuat yang sesuai dengan tempatnya dan tugasnya (Theo Huijbers, 1995:23).

Karena itu, keberadaan hukum positif dan hukum normatf, tidak memberikan jaminan terhadap warga negara. Sebab apa, hukum positif merupakan ciptaan manusia dan bahkan hukum bisa dibuat karena ada kepentingan dari kekuasaan, sehingga pembuatan hukum positif dibuat tidak dilandasi karena kebenaran dan objektifitas dalam memberikan pelayanan untuk kepentingan umat manusia dan sebagai proses dalam rangkan menegakkan keadilan hukum secara komprehensif.

Keadilan senantiasa terpadu dengan azaz kepastian hukum (rechstsstchnkeit) dan kebudayaan hukum. Tiap makna (meaning) dan jenis keadilan merujuk nilai dan tujuan apa dan bagaimana keadilan distributif dan keadilan hukum mampu mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin warga negara, yang pada hakikatnya demi harkat dan martabat manusia. Hukum dan keadilan sungguh-sungguh merupakan dunia dari manusia sulit dipisahkan.

Pada dasarnya, setiap insan manusia akan memiliki rasa keadilan, menciptakan keadilan hukum sama saja dengan membangun kebersamaan dan memberikan yang terbaik terhadap sesama umat manusia. Dengan kata lain, manusia itu sejatinya memiliki tanggung jawab hidup di dalam hati nuraninya untuk saling memberikan keadilan.

Karena itu, Indonesia sebagai negara hukum (reschstaat) pada prinsipnya bertujuan untuk menegakkan perlindungan hukum (iustitia protectiva). Hukum dan cita hukum (rechtide) sebagai perwujudan budaya. Perwujudan budaya dan peradaban manusia tegak berkat sistem hukum, tujuan hukum, dan cita hukum (rechtide) ditegakkan dalam keadilan yang menampilkan citra moral dan kebajikan adalah fenomena budaya dan peradaban. Manusia senantiasa berjuang menuntut dan membela kebenaran, kebajikan dan menjadi cita dan citra moral kemanusiaan dan citra moral pribadi manusia.

Dengan demikian, bertindak adil berarti bertindak dengan memperhitungkan hak-hak politik orang lain. Karena itu, hukum yang adil bagi Aristoteles berarti hukum harus memihak pada kepentingan semua orang. Hukum harus membela kepentingan atau kebaikan bersama (common good). Tuntutannya untuk mengubah hukum ketika tidak lagi memadai juga harus ditempatkan dalam tujuan utama hukum, yakni demi kebaikan bersama. Semoga.

Kemanakah Kasus Bank Century ?

OPINI

Syahrul Kirom. S.FIl.I

Dosen, Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin (STIU) Chozinatul Ulum, Blora, Jawa Tengah


Di Tengah kondisi dan peradaban bangsa Indonesia yang penuh dengan perilaku yang korup. Karena itu, para pejabat negara, elite politik dan masyarakat Indonesia harus merefleksikan secara kritis-filosofis problem korupsi di Indonesia, sebab apa, pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang berupa “korupsi” itu masih sering terjadi di Indonesia.

Karena itu, penegakkan HAM di Indonesia harus dilakukan secara adil, hal itu telah dinyatakan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Right) pada 10 Desember 1948 di Paris. Namun demikian, komitmen moral dan politik tidaklah cukup bagi perlindungan umat manusia dari kesewenang-wenangan (violence by action) maupun kelalaian (violence by omission) para penguasa atau negara. Perlindungan bagi umat manusia harus dipertegas lagi dengan komitmen hukum yang dapat mengikat setiap negara.

Pada 16 Desember 1966, PBB menghasilkan dua kovenan (perjanjian), yaitu Kovenan Internasional Hak-hak sipil dan politik (International Covenant on Civil and Political Right) serta Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social, and Cultural Right). Kedua perjanjian tentang hak asasi manusia ini terbuka bagi setiap negara untuk menandatangani dan meratifikasi ke dalam hukum nasional.

Akan tetapi, persoalanya secara filosofis adalah apakah perjanjian-perjanjia Internasionnal tentang perlindungan Hak hak asasi manusia sudah diterapkan dan dimplementasikan oleh para pejabat negara, elite politik, maupun para pegawai di Instansi pemerintahan, mesti pada kenyataaan kekerasan atas nama hak asasi manusia masih sering terjadi di Indonesia ?

Pelanggaran hak asasi manusia yang berat masih terus terjadi di Indonesia, akibatnya sejumlah orang telah banyak kehilangan, hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa dan diperlakukan secara keji, hak untuk tidak diperbudak dan dipekerjakan secara paksa, hak untuk tidak dipenjara karena utang, hak atas perlindungan dari kesewenang-wenangan hukum pidana, hak atas pengakuan yang sama sebagai subjek hukum, hak atas kebebasan pikiran, keyakinan dan agama sebagaimana yang dilindungi dalam pasal 6, 7,8, 11,15, 16 dan 18.

Sebagai bukti nyata, kasus Bank Century yang telah menyebabkan uang para nasabah atau uang rakyat yang hilang, tanpa ada kejelasan atau pengembalian uang kepada para nasabah. Itu sama saja mereka yang terlibat dalam kasus Bank Century sama saja dengan melakukan pelanggaran hak asasi manusia, sebab apa, mereka telah mencederai hak manusia yang semestinya harus dikembalikan sebagai uang rakyat. Kasus Bank Century merupakan pelanggaran hak-hak asasi manusia, pelanggaran terhadap para nasabah.

Selain iru, praktek korupsi yang masih merajela di Indonesia, terutama yang seringkali menimpa para pejabat tinggi negara dan wakil rakyat kita yang duduk di lembaga eksekutif, yudikatif, maupun legislatif itu juga pada hakekatnya sama saja dengan melakukan kekerasan terhadap hak asasi manusia (HAM). Sebab apa, akibat dari perilaku yang korup itu dapat menimbulkan penderitaan seluruh rakyat Indonesia. Korupsi adalah pelanggaran HAM yang paling berat dan harus diadili para pelaku yang terlibat di dalam praktek korupsi uang negara dan bahkan para mafia peradilan juga harus di hukum secara berat, sebab apa, mereka, secara ontologis, telah melakukan kekerasan terhadap hak-hak asasi manusia.

Di sisi lain, praktek penggusuran merupakan pelanggaran hak atas kebebasan berpindah dan bertempat tinggal. Demikian pula akibat manipulasi aparat yang berurusan dengan tanah yang mengakibatkan tergusurnya orang dari tanahnya yang di diami, dapat digolongkan melanggar hak ini. Berpindah tangannya, hak atas tanah dari satu tangan ke tangan lain secara tidak sah juga merupakan kasus yang tetap saja masih terjadi di Indonesia.

Sementara itu, korban pelanggaran hak asasi manusia bisa saja disebabkan oleh penyalahgunaan kekuasaan baik melalui tindakan dan pembiaran maupun proses hukum. Jumlah korban pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya adalah yang banyak seperti melimpahnya orang yang menggangur, miskin, dan tidak dapat menikmati pendidikan serta orang yang tidak dapat penghidupan secara layak.

Karena itu, norma-norma hak asasi manusia merupakan norma yang mengatur hubungan antar negara dengan individu warga. Dengan begitu, penegakan hukum terhadap hilangnya hak-hak asasi manusia harus selalu ditegakka di dalam sistem demokrasi di Indonesia. Hak-hak asasi manusia ini dimiliki manusia secara genuine sejak lahir. Sebagai makhluk yang dikaruniai akal-pikiran manusia dituntut menegakkan hukum terhadap hak-hak asasi manusia..

Perjanjian-perjanjian internasional tentang hak asasi manusia telah menimbulkan kewajiban bagi setiap negara untuk melaksanakan kewajiban dalam memperlakukan setiap orang warganya. Dalam perjanjian ini negara merupakan subjek hukum hak asasi manusia internasional.

Karena itu, negara dan pemerintah bertanggung jawab untuk mampu memberikan perlindungan dan jaminan terhadap hak asasi manusia . Pertama, setiap negara mempunyai kewajiban untuk menghormati hak asasi manusia. Negara wajib mengakui bahwa setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berpendapat, dan berpikir. Kedua, setiap negara berkewajiban melindungi hak asasi manusia dan bahkan memberikan perlindungan secara adil. Ketiga, setiap negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak asasi manusia, yakni dengan cara memberikan pelayanan kepada seluruh rakyat Indonesia, atas hak yang seharusnya diperoleh, bukan, sebaliknya, menutup dan bahkan mencegah rakyatnya rakyat agar tidak memperoleh haknya.

Dengan demikian, negara wajib memulihkan hak-hak para korban pelanggaran hak asasi manusia baik hak-hak sipil dan politik maupun hak hak ekonomi, sosial , budaya dengan cara menyusun dan melaksanakan langkah-langkah yang cukup kritis-konstruktif untuk memperbaiki berbagai tindakan dan mengusut secara tuntas para pelaku pelanggaran hak asasi manusia terhadap kasus Bank Century. Semoga.