12 Juni 2008

Aborsi Bukanlah Solusi Terbaik

Di Muat di Jawa Pos, Kolom Prokon Aktivis.
Pada Selasa, 12 Juni 2007.

Oleh : Syahrul Kirom *

Praktik abortus provocatus atau pengguguran kandungan dengan sengaja yang dilakukan kaum perempuan di Indonesia kian merebak. Padahal, aborsi merupakan tindakan yang dilarang hukum, bahkan agama. Sebab, aborsi itu sama dengan perbuatan malapraktik pembunuhan atas bayi yang dikandung dari rahim seorang wanita.

Terkadang keinginan aborsi ditimbulkan karena perempuan hamil di luar nikah atau mungkin dia telah diperkosa. Itu semua tak lain merupakan akibat pergaulan bebas. Daripada malu kepada orang tua, keluarga, dan lingkungannya, mereka pun akhirnya terpaksa melakukan praktik aborsi.

Menurut Dokter Boyke, praktik aborsi dilakukan dengan beberapa macam teknik. Pertama, teknik adilatasi dan kuret. Sebuah alat dimasukkan untuk memperlebar lubang leher rahim. Kemudian, janin yang hidup itu dilepaskan dari dinding rahim, dicabik kecil-kecil menggunakan alat yang tajam, dan dibuang ke luar.

Kedua, teknik sunction. Teknik ini dilakukan dengan memasukkan sebuah tabung ke dalam rahim yang menyedot janin ke luar. Janin tercabik menjadi potongan kecil dan dimasukkan ke dalam sebuah botol.

Ketiga, teknik salt poisoned. Cara ini dilakukan pada janin berusia lebih dari 16 minggu, ketika sudah cukup banyak cairan yang terkumpul di sekitar bayi dalam kantong anak sehingga sulit memasukkan alat karena ruang gerak bayi semakin menyempit.

Keempat, teknik histerotomi. Pengguguran bayi dilakukan ketika kandungan berumur lebih dari enam bulan. Cara ini menggunakan sebuah alat bedah yang dimasukkan melalui dinding perut. Bayi kecil itu kadang langsung dibunuh dengan menggunakan teknik pil bunuh (Pil Roussell-Uclaf/RU-486).

Kelima, teknik prostaglandin, yang merupakan cara terbaru. Teknik ini menggunakan bahan-bahan kimia yang mengakibatkan rahim ibu mengerut sehingga bayi yang hidup itu mati dan terdorong keluar.

Melihat kelima proses aborsi tersebut, apakah kita tidak pernah miris melihat bayi yang ada dalam kandungan diaborsi, bayi yang sangat rentan tulang rawannya, yang lembut, dan ringkih. Haruskah dia dibunuh dengan cara ditusuk dan diremukkan dalam kandungan. Kemudian, sebuah alat dimasukkan untuk memotong tubuhnya menjadi beberapa bagian kecil agar mudah dikeluarkan.

Beberapa potongan bayi lalu dikeluarkan satu per satu dari kandungan. Kemudian, potongan itu disusun kembali untuk memastikan lengkap dan tidak tersisa di dalam rahim. Lalu, potongan itu dibuang ke tempat sampah atau sungai, bahkan dikubur di tanah. Betapa kejamnya mereka. Ya Tuhan, ampuni jiwa-jiwa tak berdosa yang berada di tangan para algojo aborsi itu. Sungguh, aborsi yang dilakukan kaum perempuan yang dalam keadaan putus asa itu merupakan perbuatan biadab dan tidak bermoral.

Aborsi sangat mungkin berimplikasi negatif bagi perempuan yang pernah melakukannya. Mereka akan menderita beberapa penyakit kanker. Seperti, kanker payudara, kanker leher rahim, kanker indung telur, kanker hati, infeksi rongga panggul atau yang disebut pelvic inflammatory disense atau endometrosis. Mereka juga akan mengalami kelainan pada ari-ari yang disebut placenta previa, yang akan menyebabkan cacat pada anak dan perdarahan hebat pada saat kehamilan atau tidak memiliki anak lagi secara permanen atau ecotopic pregnancy. Mereka akan mengalami post abortion syndrome (PAS) atau mimpi buruk.

Karena itu, kesadaran kaum perempuan untuk antiaborsi harus ditumbuhkan sejak dini. Sebab, praktik aborsi jelas membahayakan diri sendiri dan si bayi yang masih berada dalam kandungan.

Sementara itu, langkah-langkah yang lebih signifikan untuk menghentikan tindak kejahatan aborsi juga harus dilakukan.

Pertama, menumbuhsuburkan kesadaran antiaborsi terhadap para dokter di seluruh Indonesia agar mereka selalu mencegah aborsi yang kini begitu tinggi. Dokter memiliki peran dan fungsi sangat besar dalam praktik aborsi. Sebab, di tangan para dokter itulah aborsi bisa terlaksana dengan cara sistematis.

Sesungguhnya, sangat tidak pantas seorang dokter membunuh kehidupan insan. Praktik membunuh itu merupakan kontradiksi bagi profesi medis.

Kehidupan insani yang mulai berkembang haruslah dipelihara. Janganlah digugurkan!

Kedua, dukun, disadari atau tidak, juga sangat berperan dalam menambah praktik pengguguran kandungan. Karena itu, dibutuhkan kesadaran dan tanggung jawab moral yang tinggi bagi para dukun untuk tidak menerima dan melakukan praktik aborsi terhadap pasien dan klien mereka.

Jadi, sikap antiaborsi harus dimiliki para dokter, dukun, dan terutama kaum perempuan. Masyarakat pun harus saling mengingatkan bahwa aborsi bukanlah solusi terbaik untuk menghindari rasa malu.

Melakukan aborsi merupakan bagian dari praktik pembunuhan (murder) terhadap embrio-embrio bayi yang tak berdosa. Bahkan, aborsi hanya akan membuat masalah dan menambah penderitaan bagi diri sendiri dan keluarga. Ingat sekali lagi, melakukan aborsi sama dengan menambah noda hitam dalam sejarah kehidupan kaum wanita. Waspadalah!

Syahrul Kirom, mahasiswa jurusan Aqidah dan Filsafat, Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta.

0 komentar:

Posting Komentar