19 Juli 2010

Menjunjung Tinggi Keadilan Hukum di Indonesia

OPINI

Syahrul Kirom, S.Fil.I

Dosen, Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin (STIU) Chozinatul Ulum, Blora, Jawa Tengah


Keadilan hukum merupakan suatu keniscayaan yang harus ditegakkan di dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Keadilan hukum adalah kunci sukses dalam membangun setiap peradaban bangsa Indonesia, sebagai upaya dalam memberikan kesejahteraan dan pemerataan atas hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap manusia. Karena itu, prinsip-prinsip keadilan hukum harus mampu dimplementasikan sebagai upaya membangun kesadaran kepada setiap insan manusia dan pejabat negara.
Perlu kita sadari secara bersama, persoalan keadilan hukum, yang kelihatan kecil.

Akan tetapi, problem ini sering muncul di dalam kehidupan sekitar kita. Kita lihat saja banyak penjabat negara yang melakukan praktek korupsi uang rakyat, itu sesungguhnya mencerminkan ketidakadilan secara hukum terhadap rakyat kecil. Masih hangat dalam pikiran kita, kasus Mafia Pajak, yang dilakukan oleh Gayus Tambunan, dengan menggelapkan dan mengkorupsi uang pajak dari rakyat yang bermilyaran, untuk kepentingan diri sendiri, belum juga diberikan hukuman setimpal.

Selain itu, mereka yang terlibat kasus Bank Century, mampu lolos dari jeratan hukum,dan bahkan mafia peradilan, di mana para hakim dan penegak hukum justru bermain-main dengan hukum, para penegak hukum mudah disuap dan bahkan ketika para penegak hukum ketika dihadapkan dengan para penguasa yang terlibat dalam kasus korupsi pun, yang jelas-jelas terlibat sebaliknya diloloskan dari vonis hukuman. Praktek peradilan dan penegakan hukum di Indonesia itu pun menyebabkan kontroversi dan paradoksal dengan rakyat kecil. Realitas itu mencerminkan bahwa sejatinya di negara Indonesia banyak terjadi praktek-praktek ketidakadilan hukum. Di samping itu, para penegak hukum banyak yang kurang memahami apa itu yang dimaksud dengan keadilan hukum ?

Di sisi lain, terkadang keadilan hukum dijadikan alat jual beli hukum. Keadilan hukum seolah-olah menjadi sesuatu yang komersial dan bisa dijual kepada yang siapa saja yang memiliki uang banyak dan kekuasaaan. Itulah fakta yang saat ini sedang menimpa pengadilan hukum dan kejaksaan tinggi di Indonesia, yang dengan mudahnya para hakim dan jaksa bisa disuap. Karena jelas bahwa hukum atau perundangan, harusnya adil. Tapi nyatannya seringkali tidak. Hukum terkait dengan keadilan tanpa sepenuhya disadari oleh kaum penegak hukum di Indonesia. Karena itu, potret buram penegakan hukum di Indonesia ini disebabkan karena para penegak hukum tidak pernah memahami secara filosofis dan esensi dari apa itu yang disebut dengan “hukum”. Sehingga menyebabkan keadilan hukum terhadap masyarakat semakin terdiskriminasikan dan tergadaikan dengan uang.

Supremasi hukum dan penegakkan hukum harus ditegakkan saat ini dalam rangka menegakkan keadilan dan kebenaran yang sesuai dengan tujuan hukum yakni, ketertiban, keamanan, ketentraman, kedamaiaan, kesejahteraan. Pemikiran filosofis keadilan yang berkaitan dengan filsafat hukum sangat terkait dengan pemikiran John Rawls yang mengungkapkan tiga faktor. Pertama, perimbangan hukum (gerechtigkeit). Kedua, kepastian hukum (Rechtessisherkeit). Ketiga, kemanfaatan hukum (Zweckmassigkeit).

Dalam buku Politeia Plato melukiskan suatu model tentang negara yang adil. Negara harus diatur secara seimbang menurut bagian-bagiannya, supaya adil. Dalam negara macam itu tiap-tiap golongan mempunyai tempat alamiahnya. Timbullah keadilan, bila tiap-tiap kelompok berbuat yang sesuai dengan tempatnya dan tugasnya (Theo Huijbers, 1995:23).

Karena itu, keberadaan hukum positif dan hukum normatf, tidak memberikan jaminan terhadap warga negara. Sebab apa, hukum positif merupakan ciptaan manusia dan bahkan hukum bisa dibuat karena ada kepentingan dari kekuasaan, sehingga pembuatan hukum positif dibuat tidak dilandasi karena kebenaran dan objektifitas dalam memberikan pelayanan untuk kepentingan umat manusia dan sebagai proses dalam rangkan menegakkan keadilan hukum secara komprehensif.

Keadilan senantiasa terpadu dengan azaz kepastian hukum (rechstsstchnkeit) dan kebudayaan hukum. Tiap makna (meaning) dan jenis keadilan merujuk nilai dan tujuan apa dan bagaimana keadilan distributif dan keadilan hukum mampu mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin warga negara, yang pada hakikatnya demi harkat dan martabat manusia. Hukum dan keadilan sungguh-sungguh merupakan dunia dari manusia sulit dipisahkan.

Pada dasarnya, setiap insan manusia akan memiliki rasa keadilan, menciptakan keadilan hukum sama saja dengan membangun kebersamaan dan memberikan yang terbaik terhadap sesama umat manusia. Dengan kata lain, manusia itu sejatinya memiliki tanggung jawab hidup di dalam hati nuraninya untuk saling memberikan keadilan.

Karena itu, Indonesia sebagai negara hukum (reschstaat) pada prinsipnya bertujuan untuk menegakkan perlindungan hukum (iustitia protectiva). Hukum dan cita hukum (rechtide) sebagai perwujudan budaya. Perwujudan budaya dan peradaban manusia tegak berkat sistem hukum, tujuan hukum, dan cita hukum (rechtide) ditegakkan dalam keadilan yang menampilkan citra moral dan kebajikan adalah fenomena budaya dan peradaban. Manusia senantiasa berjuang menuntut dan membela kebenaran, kebajikan dan menjadi cita dan citra moral kemanusiaan dan citra moral pribadi manusia.

Dengan demikian, bertindak adil berarti bertindak dengan memperhitungkan hak-hak politik orang lain. Karena itu, hukum yang adil bagi Aristoteles berarti hukum harus memihak pada kepentingan semua orang. Hukum harus membela kepentingan atau kebaikan bersama (common good). Tuntutannya untuk mengubah hukum ketika tidak lagi memadai juga harus ditempatkan dalam tujuan utama hukum, yakni demi kebaikan bersama. Semoga.

0 komentar:

Posting Komentar