10 Juli 2009

Menyoal Iklan Politik Pilpres 2009

It Was Published in Duta Masyarakat Newspapers
Selasa, 30 Juni 2009

OPINI

Oleh : SYAHRUL KIROM, Dosen, Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin (STIU) Chozinatul Ulum Blora Jawa Tengah

Akhir-akhir ini, manuver politik yang dilakukan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, M Jusuf Kalla-Wiranto, dan Mega-Prabowo, dari pasangan capres-cawapres tersebut dalam pemilu presiden 8 Juli 2009 kian memanas. Kunjungan dan pendekatan kepada rakyat pun menjadi semakin menguat. Hal itu dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh dukungan dan suara dari rakyat dalam pemilu 2009.

Janji-janji politik yang dilakukan capres-cawapres kian mewabah di berbagai iklan politik. Baik itu di televisi maupun media cetak. Para capres-cawapres menebar pesona dan pencitraan politik untuk mencapai kekuasaan. Padahal, sejatinya, itu semua hanya janji-janji politis belaka yang sesungguhnya jauh dari realitas kehidupan sosial-masyarakat.

Pada kenyataannya di pelosok-pelosok desa dan bahkan di sudut-sudut perkotaan masih banyak rakyat yang hidup dalam kemiskinan dan pengangguran, politik dari hari ke hari kian menjauhkan diri dari pengabdian kepada rakyat, justru kekuasaan yang lebih dikedepankan karena itu, politik kerakyatan perlu dikedepankan untuk memajukan kepentingan bangsa Indonesia.

Menyitir pernyataan Iwan Fals, lewat lagunya yang berjudul �Manusia Setengah Dewa�, turunkan harga sembako, berikan aku pekerjaan, tegakkan keadilan seadil-adilnya. Indonesia ini butuh kedamaian, Indonesia butuh kesejahteraan, Indonesia butuh keadilan, bukan janji-janji politik yang ada dalam iklan politik di televise dan media cetak, yang hanya manis di bibir, tapi kenyataan tidak terimplementasikan secara komprehensif bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia.

Kekuasaan bisa dipahami bagaimana cara capres-cawapres untuk memenangkan pemilu presiden 2009. Sehingga mereka bisa mendulang suara banyak dari publik. Setiap pernyataan yang dimunculkan oleh capres-cawapres sudah barangkali mempunyai entitas �entitas kepentingan politik. Karena itu, masyarakat harus kritis dan melek politik.�� �

Politik adalah cara atau seni untuk memperoleh kekuasaan, di mana terkadang politik sering diasumsikan sebagai perebutan kekuasan dengan cara yang kotor, kampanye-kampanye adalah bagian dari tugas poltik yang harus diwaspadai ketika mereka banyak menawarkan janji-janji yang belum pasti. Rakyat Indonesia sudah terlalu lelah untuk dikibuli dengan janji-janji yang tidak konkret dan terealisasi secara komprehensif.

Banyak berbagai konsep yang ditawarkan oleh ketiga capres-cawaprees dengan berbagai alibi, mulai pro ekonomi kerakyatan dan program lain-lainnya. Apakah hanya sekedar janji-janji itu akan menyelesaikan persoalan kebangsaan dan kerakyatan? Masalah yang sangat kompleks seperti kemiskinan dan pengangguran saja belum selesai sudah banyak berjanji.

Kini banyak rakyat yang menderita kelaparan, penggusuran PKL, PHK dan pengangguran serta kemiskinan yang kian menjangkiti masyarakat. Karena itu, kekuasaan sudah seharusnya diberikan kepada rekyat untuk menyelesaikan masalah itu, bukan sebaliknya kekuasaan diprioritaskan adalah untuk kepentingan individu dan kepentingan parpol.

Ruang penampakan
Iklan politik yang ditayangan melalui televisi itu sejatinya adalah ruang penampakan itu dan memang itu harus diciptakan oleh capres-cawapres secara kontinue dengan tindakan, di mana keberadaannya dijamin kalau para pelaku berkumpul dengan maksud membicarakan dan membebaskan persoalan publik dari kemiskinan dan pengangguran. Karena itu, ruang penampakan senantiasa merupakan potential space yang menemukan aktualisasinya dalam tindakan dan ucapan pelbagai individu untuk berkumpul bersama untuk melakukan proyek bersama.

Karena itu, masyarakat harus kritis dan melek politik, janji-janji yang ditayangkan oleh para calon pemimpin itu dalam televisi dan media cetak hanyalah bias dan yang berada dalam ruang penampakan, dan belum terwujudkan dalam realitas kehidupan masyarakat Indonesia. Apakah rakyat tetap percaya begitu saja, rakyat harus cerdas dan melek politik dalam melakukan pemilihan preseiden 8 Juli 2009.

Tindakan berkampanye adalah representasi dari dunia politik yang terpusat dan sekaligus realisasi dari vita activa tertinggi. Meminjam bahasa Hannah Arendt, ucapan, kata-kata yang disampaikan dalam kampanye dengan berbagai janji-janji politik, program yang ditawarkan , tanpa tindakan, karya dan kerja akan kehilanagan makna dan tidak berarti apa-apa (meaningless) bagi kepentingan rakyat Indonesia. Dengan begitu, rakyat Indonesia harus kritis dalam memahami pemilu presiden 2009 dan jangan mudah dikibuli, dibohongi dengan janji-janji yang bernuansa politis, yang belum tentu jelas efek positifnya bagi kesejahteraan rakyat Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar