2 September 2009

Pemilihan Menteri dan Kepentingan Publik

It Was Published in Bali Post

24 Agustus 2009

OPINI

Akhir-akhir ini, isu seputar siapa yang berhak mendapat jatah kursi dalam kabinet atau menteri untuk periode 2009-2014, dari partai koalisi atau dari kalangan profesionalitas semakin mengemuka. Pasalnya, di tengah kondisi kemiskinan dan pengangguran yang terus meningkat. Bangsa Indonesia ini membutuhkan menteri-menteri yang berkompetensi dan berkualitas dalam bidangnya untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut.

Karena itu, jika hampir mayoritas menteri-menteri itu diambilkan dari partai koalisi. Bangsa Indonesia mau dibawa kemana untuk kemajuan rakyat Indonesia. Kejujuran dan transparan, amanah dari setiap para menteri ini juga perlu dijadikan pertimbangan, paling tidak harus ada uji kelayakan.

Oleh karena itu, saya hanya berharap kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk lebih jeli, cerdas, dan kritis dalam memilah-memilah menteri siapa saja yang berhak menduduki jabatan tersebut. Dan juga lebih mengutamakan orang-orang yang memiliki profesionalitas dalam menjabat amanah tersebut. Hal ini disebabkan, manyangkut kepentingan bangsa Indonesia ke depan, bukan kepentingan partai pendukung sesaat.
Bangsa Indonesia saat ini butuh pemimpin yang duduk di menteri yang mampu membaca dan memetakan persoalan kerakyatan dan kebangsaan? Dan bahkan para menteri yang mempunyai tanggung jawab untuk mensejahterahkan dan memakmurkan betul nasib rakyat Indonesia.

Sementara itu, dalam memilih menteri yang harus dilihat adalah sikap, tanggung jawab besar dari para menteri, terutama berkaitan dengan profesionalitas, dan kemampuan dalam menganalisis dan mengatasi masalah yang berada di dalam Departemen yang akan dipimpinnya.
`
Kepentingan Publik

Dalam konteks pemilihan seorang menteri, kepentingan publik haruslah lebih diutamakan, ketimbang kepentingan pribadi atau partai pendukungnya. Oleh karena itu, meskipun kemenangan SBY-Boediono, yang juga di dukung oleh partai pendukung, bukan lantas, partai pendukungnya yang diutamakan dalam menduduki kursi jabatan menteri.

Kemenangan SBY-Boediono adalah kemenangan seluruh rakyat Indonesia yang memilihnya, bukan kemenangan partai pendukung. Dengan begitu, kepentingan dan aspirasi rakyat harus dijamin dahulu daripada kepentingan partai koalisi.

Meminjam bahasa Hannah Arendt-aktivitas politik dalam pilpres 8 Juli 2009 yang lalu, tidak berarti hendak mengejar satu tujuan, hanya untuk kekuasaan dan popularitas. Akan tetapi, adalah tujuan untuk memberikan kesejahteraan, kemakmuran, dan pelayanan kepada masyarakat Indonesia.

Tindakan politik tidak dimaksudkan untuk memperoleh kesejahteraan bagi diri sendiri, partainya atau partai pendukungnya. Tapi, untuk kepentingan bangsa Indonesia dalam setiap kehidupan politik dan kehidupan umat manusia. Dengan memberikan kepada rakyat yang meliputi kebebasan, persamaan hak, keadilan, solidaritas, kemakmuran, kesejahteraan, keamanan, pelayanan publik yang baik dan jujur. Dengan menjalankan tindakan itu semua, maka elite politik dan elite pemerintahan telah melakukan tujuan politik yang secara genuine.

Politik adalah sebuah dunia yang memiliki nilai-nilai luhur dan tujuannya sendiri yang harus direalisasikan dengan mmemberikan pelayanan kepada publik dan memberikan kebaikan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam esai yang ditulis Hannah Arendt berjudul “Public Rights and Private Interest“ menegaskan, seluruh hidup manusia berpolitik dan bergerak secara konstan dalam dua aturan eksistensi yang berbeda. Ia bergerak dalam dunia, bergerak bersama orang lain, dan juga bersama mereka yang mengikutinya. Itulah “kebaikan publik”.

Partisipasi warga dalam pilpres 8 Juli 2009 lalu adalah kebaikan bersama karena dia berada dalam dunia bersama. Karena itu, kepentingan publik harus dikedepankan.
Kepentingan publik bagaikan sebagai juri. Sebagai partai pemenang pemilu 2009, yakni partai demokrat, kita diminta untuk berpegang pada kepentingan kebenaran dan kejujuran publik. Ini faktor yang paling utama dan fundamental dalam membangun peradaban bangsa Indonesia. Itulah kepentingan yang tercerahkan, melainkan juga kepentingan komunitas politik yang bisa mengakomodasi seluruh kepentingan rakyat Indonesia. Kejujuran dan imparsialitas adalah tuntutan warga.

Kepentingan publik yang ada di dalam keadilan imparsialitas yang kita miliki sebagai partai pemenang seringkali tercampur dengan masalah pribadi kita, karena itulah yang seringkali menyebabkan kesusahan dan kesulitan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi kepentingan bangsa Indonesia.

John Rawls, dalam karyanya “A Theory of Justice” (1973), menyatakan secara ekplisit bahwa keadilan sosial harus dilihat dalam posisi deontologis “yang hak prioritas atas yang baik”, di mana “yang hak dan yang baik untuk kepentingan publik harus diutamakan. Secara filosofis keadilan sosial adalah keadilan substantif yang menjadi subjek struktur dasar masyarakat yaitu “cara di mana institusi-institusi sosial dan departemen-departemen di dalam pemerintahan mampu mendistribusikan hak-hak serta kewajiban fundamental dan menentukan pembagian nikmat-nikmat kepada rakyat Indonesia.

Karena itu, dalam memilih menteri, kita berharap kepada presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) perlu melihat aspek-aspek yang sangat penting, yang sesuai dengan kecerdasan, intelektualitas, kompetensi, skill, pengetahuan dan wawasan calon menteri yang baru dalam mengeluti bidang tertentu. Faktor itulah yang harus dipertimbangkan dalam mencari sosok menteri atau kabinet.

Dengan begitu, kita berharap dan menagih janji kepada SBY, untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, maka ciptakanlah dulu pemerintahan bersih dalam pemilihan kabinet, dengan memilih kabinet yang sungguh-sungguh bersih akan menciptakan dan menjalankan setiap kebijakan Departemen yang dipegangnya dengan adil dan demokrasi. Dalam artian, pilihlah menteri yang mempunyai itikad baik, etika politik untuk mengabdi dan membantu rakyat Indonesia, bukan karena faktor ingin kekuasaan, jabatan, popularitas dan bahkan kekayaan untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya.

Penulis : Peneliti Pada Social and Philosophical Studies Yogyakarta

0 komentar:

Posting Komentar