30 Maret 2009

Tragedi Situ Gintung dan Etika Lingkungan

It Was Published in Pikiran Rakyat Newspaper

Senin, 30 Maret 2009

Wacana

Oleh : Syahrul Kirom*

Mendekati pemilu legislatif 9 April 2009, Indonesia ditimpa musibah bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi akibat jebolnya tanggul Situ Gintung, di Kelurahan Cireundeu, Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Hampir sekitar 53 orang (data terbaru mendekati seratus korban) lebih dan diperkirakan meninggal akibat banjir dan tanah longsor tersebut. Kejadian bencana tersebut harus dijadikan pelajaran secara bersama oleh pemerintah dan masyarakat untuk mempedulikan lingkungan hidup kita.

Pada tahun 2009 ini bencana banjir dan tanah longsor yang menimpa sejumlah beberapa daerah di Tanah Air sudah seringkali terjadi termasuk di Situ Gintung, Ciputat, Tangerang. Akan tetapi, fenomena itu tidak pernah memberikan kesadaran penuh kepada insan manusia yang berkesadaran untuk berefleksi secara kritis-filosofis, kenapa bencana itu terus terjadi di Indonesia? Salah siapakah ini?
Hutan dan alam merupakan sumber kehidupan ini telah banyak dieksploitasi oleh manusia-manusia yang tak bertanggung jawab (unresponsibility) dan hanya ingin memenuhi hawa nafsu demi memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyak bagi individu. Yaitu dengan cara melakukan penjarahan hutan dan penebangan secara liar (illegal logging).

Karena itu, pemerintah dan masyarakat setempat harus melakukan langkah-langkah konstruktif dalam upaya menanggulangi kerusakan hutan dan lingkungan di antaranya mengkampanyekan reboisasi di daerah yang gundul dan gersang sebagai salah satu tindakan paling efektif. Maka dari itu, perlu digalakkan gerakan penghijauaan di sekitar rumah kita dan sudut-sudut perkotaan sebagai bentuk untuk melestarikan lingkugan dan menyediakan ruang resepan air agar tidak terjadi banjir yang meluas ke daerah rumah pemukiman masyarakat.

Karena itu, tak salah kiranya jika hampir setiap hari terdengar laporan pengurangan lahan hutan karena penggundulan. Setiap tahun kita juga mendengar laporan menipisnya lapisan ozon di atmosfir bumi. Peristiwa kerusakan lingkungan ini jelas juga menyebabkan terjadi bencana banjir, tanah longsor.

Henry Skolomowski, seorang filsuf, filsafat lingkungan menyebutnya sebagai permasalah lingkungan. Itu semua mengacu pada adanya sebuah akibat dari interaksi antara manusia dan lingkungan alam sekitarnya. Dalam skala yang lebih besar bisa disebut sebagai masalah ekologis.

Persoalan ekologis muncul konsekuwensi logis dari hubungan manusia dan alam sekitarnya termasuk dengan hutan. Permasalah kerusakan lingkungan hidup merupakan masalah yang sangat serius, karena pengaruhnya sangat besar. Krisis ekologi dan krisis bumi yang seolah tak berujung. Hal ini merupakan implikasi dari perbuatan dan tindakan manusia yang melakukan pejarahan hasil bumi dan menimbulkan kehancuran lingkungan dan alam sekitarnya. Di sisi lain, kejahatan terhadap lingkungan dan hutan ini ternyata juga dilakukan karena ada muatan kepentingan ekonomi dan kecanggihan alat teknologi.

Selain itu, juga akibat pola perilaku manusia yang eskploitatif, destruktif dan tidak peduli terhadap alam tersebut berakar kuat pada cara pandang yang hanya mementingkan manusia. Pandangan ini jelas akan melahirkan sikap dan perilaku rakus dan tamak yang menyebabkan manusia mengambil semua kebutuhannya. dari alam tanpa mempertimbangkan keseimbangan dan kelestarian.

Kenyataan itu semakin menegaskan bahwa manusia telah kehilangan nilai-nilai moralitas untuk memelihara lingkungan hidup sekitarnya. Karena itu, manusia harus mampu mengatur hubungannya dengan hutan dan alam sekitarnya. Manusia harus memandang bahwa alam dan lingkungan sekitarnya merupakan kesatuan utuh yang saling melengkapi. Akan tetapi, sebaliknya alam dan lingkugan hidup justru tambah disakiti oleh manusia sendiri yang tak bermoral. Tak salah kirannya, jika alam itu mengamuk dan memorak-porandakan segala harta dan menghilangkan nyawa manusia.

Oleh karena itu, cara pandang manusia terhadap keberadaan alam dan lingkungan hidup sekitarnya inilah yang perlu diubah agar sikap dan perilaku manusia lebih sedikit arif dan bijaksana dalam memaknai eksistensi hutan Karena itu, manusia harus mengembangkan konsepsi tentang alam yang mengagungkan dan menghormati lingkungan hidup serta menganggap lingkungan hidup sebagai sesuatu yang sakral dan hidup. Dengan begitu, akan melahirkan sikap yang menghormati dan peduli terhadap lingkungan dan alam sekitarnya.

Persoalannya secara filosofis adalah bagaimana kita bersikap terhadap lingkungan hidup kita, apa yang sebaiknya kita lakukan dan kita tinggalkan, apa yang seharusnya dan apa yang tidak harus kita lakukan terhadap tumbuhan, hewan, tanah, hutan, air dan seterusnya.

Menurut A. Sonny Keraf dalam karyanya “Etika Lingkungan“ (2002) untuk melestarikan kerusakan lingkungan ada beberapa prinsip yang harus dipegang oleh umat manusia. Pertama, manusia harus bersikap hormat terhadap lingkungan dan alam sekitarnya (respect for nature). Kedua, manusia harus mempunyai prinsip bertanggung jawab, yakni tanggung jawab terhadap lingkungan merupakan tanggung jawab manusia juga (moral responsibility for nature). Ketiga, manusia harus memiliki solidaritas kosmis (cosmic solidarity). Keempat, manusia harus mengimplementasikan prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap lingkungan dan alam sekitarnya (caring for nature). Kelima, manusia harus memiliki prinsip no harm (tidak merugikan lingkungan hidup). Keenam, prinsip hidup sederhana dan selaras dengan eksistensi lingkungan. Ketujuh, prinsip keadilan. Yakni adil tentang perilaku manusia terhadap alam dan lingkungan hidup Kedelapan, prinsip demokrasi. Kesembilan, prinsip integritas moral.

Dengan demikian, kita harus menyadari bahwa keberadaan lingkungan dan alam semesta sama dengan posisi manusia yang juga perlu dirawat dan dipelihara dengan baik. Sehingga dengan adanya bencana banjir, angin puting beliung, dan tanah longsor, dengan mengedepankan nilai-nilai moralitas terhadap eksistensi lingkungan hidup. Karena itu, kita harus bisa tergugah untuk kembali merekonstruksi dan melestarikan kondisi lingkungan hidup kita yang semakin hari mengalami kehancuran. Semoga ***


Penulis adalah Peneliti Sosial, Alumnus Jurusan Aqidah dan Filsafat, Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

0 komentar:

Posting Komentar