18 Februari 2009

Kritisisme Publik Dalam Pemilu Legislatif 2009

It Was Published In Bali Post
On Tuesday, 17 February 2009



OPINI

Oleh : Syahrul Kirom

Suhu perpolitikan di Indonesia kian memanas menjelang digelarnya pemilu legislatif 9 April 2009. Kampanye-kampanye melalui iklan, spanduk, baliho dan beragam semboyan politis makin memadati daerah sudut-sudut kota di Denpasar, Bali. Kampanye di hadapan publik adalah suatu keniscyaan yang mesti dilakukan oleh para calon presiden dalam menjelaskan visi-misi atau agenda utama untuk menuntaskan setiap persoalan kebangsaan dan untuk memajukan demi kesejahteraan masyarakat. Melalui penjelasan visi dan misi itulah, masyarakat pada nantinya bisa menentukan pilihannya sesuai dengan kehendak hati nuraninya.

Menurut Efendi Gazali dalam satu esainya 'Kampanye Platform' dengan mengutip Mendoza dan Jamieson (2001) menyatakan bahwa kampanye merupakan komunikasi politik yang sudah tentu mengandung kepentingan politik dan sebuah pilihan. Kampanye merupakan sebuah kesempatan bagi para pemilih untuk membandingkan dan mempertentangkan posisi-posisi kebijakan yang spesifik dan rinci para kandidat, lalu memilih yang terbaik di antara penyajian janji-janji itu.

Akan tetapi persoalannya secara filosofis adalah bagaimana masyarakat awam dalam menyikapi deklarasi atau kampanye-kampanye politik dari para capres di tengah situasi kondisi sosial dan politik yang tak menentu dan seiring merebaknya virus-virus korupsi di Indonesia.

Meminjam analisis Michael Foucalt dalam karyanya 'Knowledge of Power' (2001), masyarakat yang akan memilih pemimpin harus mengerti bahwa setiap kepentingan dari calon presiden, terutama dengan janji-janji dan prioritas program yang akan diberikan kepada publik secara ontologis mengandung makna untuk merebut kekuasaan. Pengetahuan politik adalah sarana ampuh dalam memperoleh kekuasaan.

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau masyarakat sesuai keinginan dari pelaku, baik secara langsung dengan jalan memberi perintah maupun secara tidak langsung dengan menggunakan segala alat dan cara yang ada. Karena itu, kekuasaan bisa dipahami bagaimana cara politisi untuk memenangkan Pemilu 2009. Sehingga mereka bisa mendulang suara banyak dari publik. S

Setiap pernyataan yang dimunculkan oleh capres sudah barangkali mempunyai entitas-entitas kepentingan politik. Sehingga masyarakat harus kritis dan melek politik.
Politik adalah seni memperoleh kekuasaan, kampanye-kampanye adalah bagian dari sikap politik sebagai tindakan untuk memengaruhi dan memanipulasi publik. Akan tetapi, dalam realitas sosial-politik, publik sudah terlalu lelah untuk dikibuli dengan janji-janji yang tidak kongkret dan terealisasi secara komprehensif. Karena itu, capres harus bisa menepati janji-janji politik seperti pendidikan gratis, sembako murah, dan mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan serta peningkatan kesejahteraan rakyat.

Sementara itu, kita juga seringkali melihat perilaku politisi, dari tim sukses para calon legislatif (caleg) dengan cara membagi-bagi uang, sembako, atau mungkin mereka mengadakan pendekatan kultural kepada masyarakat untuk diajak makan gratis, dengan maksud menyuap untuk memilih, misalnya kepada salah satu caleg yang akan maju nantinya

Terkadang sang politisi dalam melakukan aktivisme kampanye politik tidak mencerminkan nilai-nilai kejujuran, penuh kebohongan, dan kecurangan, serta ketidakadilan. Sebagian kecil para politisi tidak mempunyai sense of responsibility kepada rakyat Indonesia.

Perlu Ditumbuhkan

Bahkan, cara-cara yang digunakan dalam menggolkan hasrat politik capresnya bisa dilakukan dengan menghalalkan segala cara. Yang penting partai politiknya dan kelompoknya bisa mencapai tampuk kekuasaan. Paradigma seperti itulah yang perlu direduksi oleh setiap politisi dalam Pemilu 2009 agar kondisi dan stabilitas politik tetap aman serta kondusif sehingga tidak menimbulkan pertengkaran antarkelompok.

Karena itu, kritisisme kesadaran berpolitik perlu ditumbuhkan kepada publik agar mereka tidak mudah ditipu dan dikibuli oleh politisi dari capresnya. Sehingga, rakyat Indonesia bisa menentukan pilihan kepada calon pemimpinnya yang sesuai hati nurani dan secara objektif, jujur dan tanpa ada tendensi kepentingan politik apa pun. Pada akhirnya, kita akan memiliki pemimpin yang bisa mengakomodasi aspirasi publik, mengabdi pada rakyat dan bisa diharapkan oleh masyarakat untuk selalu menepati setiap janji yang dilontarkan dalam kampanye.

Masyarakat yang baik adalah masyarakat yang sadar politik. Kesadaran berpolitik merupakan prasyarat penting untuk mewujudkan masyarakat yang adil, demokratis dan manusiawi. Kesadaran politik masyarakat baru bisa dikatakan memadai jika kesadaran itu tumbuh dari pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang konsep-konsep dasar politik. Kenyataan itu bisa dilihat dalam pemilu di Amerika Serikat pada 4 November 2008, yang sangat demokratis. Sebab, hampir mayoritas warga Amerika Serikat melek politik. Karena itu, pendidikan politik adalah hal penting bagi masyarakat, supaya mereka mampu berpikir secara politis, kritis dan filosofis serta tidak mudah membebek atau bahkan dikibuli dengan berbagai iklan politik yang ditayangkan di televisi.

Hal itu sangat diperlukan agar publik insaf akan harga dirinya, sehingga bertambah kuat dan pengetahuannya tentang politik, hukum dan pemerintahan bertambah luas serta memiliki wawasan politik yang kritis dalam menentukan pilihan calon pemimpin bangsa Indonesia ke depan.

Meski demikian, kampanye-kampanye yang dilakukan oleh capres harus selalu dihormati sebagai jalan proses demokrasi dalam Pemilu 2009 mendatang. Dengan selalu mengedepankan nilai-nilai pendidikan politik, etika politik dan tidak menimbulkan aksi pertengkaran antarpartai politik. Masyarakat agar kritis dalam menentukan pilihan pemimpin dalam pemilu legistatif 9 April 2009. Kekritisan dalam memilih seorang calon pemimpim bangsa Indonesia ini menjadi kunci utama sebuah demokrasi untuk mewujudkan kesejahteraan dan kepedulian calon legislatif kepada rakyat Indonesia.

Penulis, peneliti pada Social and Philosophical Studies Yogyakarta

0 komentar:

Posting Komentar