7 Maret 2013

Pancasila dan Keharmonisan Antar Multikultur

Oleh : Syahrul Kirom*

Identitas bangsa Indonesia yang berakar dari Pancasila semakin memudar seiring dengan merebaknya tawuran antar pemuda, antar siswa, perampokan, geng montor dan kekerasan atas nama agama, kekerasan seksual dan pornografi. Semua tindakan itu adalah akibat dari adanya arus globalisasi yang kadang juga ditopang oleh teknologi informasi dan sosial media seperti jejaring sosial facebook, dan situs-situs lainnya yang ada di website dan kemudian berdampak negatif pada perilaku manusia Indonesia.

Jika manusia Indonesia tidak mampu menyaring globalisasi yang negatif, maka yang terjadi adalah tindakan manusia yang tak bermoral dan biadab. Budaya globalisasi ternyata menimbulkan tumpulnya nalar manusia Indonesia untuk terus berbuat asusila dan amoral pada sesamanya. Kekerasan fisik antar sesama warga pun akhirnya tidak dapat dihindari. Apabila perbuatan manusia itu memunculkan anarkisme dan bahkan mengarah pada rasisme, maka identitas bangsa Indonesia sebagai negara pancasilais akan mengalami keruntuhan. Oleh karena itu, segala perilaku manusia Indonesia yang diakibatkan adanya arus globalisasi itu harus diarahkan ke dalam nilai-nilai pancasila. Pancasila lahir sebagai upaya membimbing umat manusia Indonesia ke arah kebajikan dan kebenaran dalam bertindak.

Upaya membangun kesadaran Identitas bangsa Indonesia harus dilakukan dengan cara memperkuat kesadaran kultur yang digali dari nilai-nilai Pancasila demi memperkokoh rasa nasionalisme dan identitas bangsa Indonesia, dengan tujuan untuk menghadang budaya globalisasi yang negatif, yang dapat meruntuhkan pilar kebangsaan. Pemupukan nilai-nilai Pancasila tidak dapat dijalankan tanpa menghidupkan kesadaran kultural.

Pancasila merupakan sebagai pandangan dunia (way of life), pandangan hidup (weltanschauung), petunjuk hidup (,Wereld en levens beschouwing). Dalam hal ini Pancasila diperuntukan sebagai petunjuk hidup sehari-hari, Pancasila harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila digunakan sebagai petunjuk arah semua, kegiatan dan aktivitas hidup dan kehidupan di dalam segala bidang, politik, pendidikan, agama, budaya, sosial dan ekonomi. Ini berarti semua tingkah laku dan tindak tanduk perbuatan manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari semua nilai Pancasila.

Dalam Sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Sila kedua ini menekankan bahwa setiap warga negara Indonesia harus selalu menghargai harkat dan martabat orang lain, tidak boleh berbuat tercela menghina atau bahkan melecehkan. Harkat dan martabat manusia harus dijunjung secara adil dan beradab. Pengakuan atas harkat dan martabat kemanusiaan yakni kedudukan dan derajat yang sama. Saling mencintai sesama manusia. Mengembangkan sikap tenggang rasa. Ini merupakan salah satu sikap bagi manusia Indonesia yang harus ditumbuhkan sejak dini untuk memperkuat multikulturalisme yang ada di bumi Nusantara.

Dalam sila ke tiga, yang berbunyi persatuan Indonesia, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia harus menciptakan dan melahirkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia di atas perbedaan agama, ras, suku dan golongan. Bangsa adalah orang-orang yang memiliki kesamaan asal keturunan adat, bahasa dan sejarah serta berpemerintahan sendiri. Bangsa adalah kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan wilayah tertentu di muka bumi. Di dalam sila ke tiga tersebut sesungguhnya tersirat akan arti pentingnya menjaga kerukunan berbangsa demi menghadang dari adanya budaya globalisasi yang dapat mengantarkan manusia-manusia Indonesia di dalam perpecahan dan konflik sosial.

Dengan demikian, sebagai upaya untuk merajut keharmonisan berbangsa dalam semangat nilai-nilai pancasila. Negara harus dapat mengatasi segala paham golongan, etnis, suku, ras, individu maupun agama. Mengatasi dalam arti memberikan wahana tercapainya harkat dan martabat seluruh warganya. Negara memberikan kebebasan dan invidividu, golongan, suku, ras maupun golongan agamanya dalam merealisasikan seluruh potensinya dalam kehidupan bersama bersifat integral sehingga dapat menciptakan rasa toleransi dan keharmonisan antar multikultur yang ada di Indonesia.

Menghadang Arus Globalisasi
Dengan demikian, rukun juga bisa berarti berusaha untuk menghindari pecahnya konflik-konflik dan kekerasan antar suku, ras, dan agama, sosial. Hildred Geertz menyatakan bahwa keadaan rukun itu merupakan sebagai upaya harmonious social appearance. Harmonisasi sosial itu adalah perwujudan dan watak yang dimiliki dari budaya nusantara. Harmonisasi sosial itu menjadi penanda bahwa sejatinya karakter dari masyarakat Indonesia, adalah berjiwa sosial, tidak individualis, tidak suka bertengkar, apalagi mengedepankan unsur egoisme dan fanatisme golongan maupun budaya.

Oleh karena itu, dalam upaya merajut rasa kebangsaan dan cara mengatasi segala persoalan terkait dengan globalisasi dan komunitas global, maka perlu dipererat kembali dengan mengimplementasikan nilai-nilai pancasila terutama pada sila ketiga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga upaya konflik baik yang disebabkan dari unsur ras, budaya, sosial-politik dapat diatasi dengan menggunakan pemahaman atas sila ketiga, yakni mengedepankan rasa kebangsaan bersama untuk persatuan dan kesatuan di antara warga negara Indonesia.

Sikap hidup rukun dan harmonis, sejatinya juga telah tertera dalam pancasila. Pancasila juga memberikan petunjuk pada bangsa Indoesia untuk selalu mengedepkan sikap damai. Sikap toleran dan damai itu harus selalu dikedepankan terhadap sesamanya. Prinsip keharmonisan merupakan cerminan dan kultur bangsa Indonesia yang semakin menegaskan pada kita, Bahwa bangsa Indonesia adalah masyarakat yang beretika dan mengedepankan nilai-nilai moral dan bukan perilaku negatif yang tumbuh dari budaya globalisasi di Barat. Masyarakat Indonesia diajak untuk menggunakan rasional dan logika, yang memiliki kehalusan dan hati nurani yang baik dalam menjalin hubungan terhadap umat manusia, yang berdasarkan pada nilai-nilai pancasila.

Driyarkara, menjelaskan untuk mencapai prinsip keharmonisan berbangsa, maka paradigma yang digunakan adalah selalu mengedepankan cinta kasih dalam pemersatu sila-sila. Karena titik tolaknya adalah manusia. Aku manusia mengakui bahwa adaku itu merupakan Ada-Bersama-Dengan-Cinta-Kasih. Jadi, adaku harus aku jalankan sebagai cinta kasih pula. Cinta kasih dalam kesatuanku dan kerukunan dengan sesama manusia. jika hal itu dipandang dari perikemanusiaan.

Perikemanusiaan harus dilaksanakan dalam hubunganya dengan kesatuan, kebudayaan, peradaban bersama. Kesatuan itu ikut serta menentukan dan membentuk diri kita sebagai manusia yang konkret dengan perasaan semangatnya dan pikirannya. Ada bersama pada konkretnya berupa hidup dalam kesatuan itu, Jadi hidup kita sebagai manusia Indonesia itu harus merupakan bagian dari pelaksanaan nilai-nilai perikemanusiaan dan kerukunan. Kesatuan yang besar itu, tempat manusia pertama harus melaksanakan perikemanusiaan yang disebut kebangsaan.

Kehadiran Pancasila bagi bangsa Indonesia memiliki arti makna yang berarti (meaningfull) terhadap warga negara Indonesia. Pancasila juga merupakan petunjuk dalam berperilaku bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila adalah kepribadian suatu bangsa Indonesia. Agar Pancasila mampu meresapi kehidupan masing-masing anggota masyarakat Indonesia, mendasari komunikasi antar sesama warga negara Indonesia, dan menjadi pedoman hubungan antar multikur yang ada di Indonesia.

Prinsip keharmonisan berbangsa ini mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam budaya di Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk melakukan upaya preventif dari adanya arus globalisasi yang negatif. Dengan begitu, keselarasan sosial dan kedamaiaan akan selalu terjaga di dalam bangsa Indonesia. Prinsip inilah yang harus kita wujudkan secara bersama untuk memperkuat Indonesia bangsa Indonesia dengan pancasila. Bangsa Indonesia sesungguhnya memiliki ajaran-ajaran moral dan etika yang baik bersumber pada Nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, NKRI, Bhineka Tunggal Ika. Nilai-nilai etika filosofis nampaknya melekat pada empat pilar bangsa Indonesia yang selalu menjunjung tinggi keselarasan dan keharmonisan berbangsa.

Dengan demikian, eksistensi manusia harus berdialog dalam hidup bersama melalui nilai-nilai pancasila yang pada nantinya akan membawa kedamaiaan, ketenteraman, dan penuh kasih sayang antar sesama manusia, dengan tujuan agar Tuhan pun mencintai manusia. Kita berharap persoalan kebangsaan dan konflik sosial yang diakibatkan oleh adanya arus globalisasi dapat diselesaikan melalui cara dialogis yang berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dengan tujuan untuk memperkokoh identitas bangsa Indonesia. Semoga.

1 komentar:

Telkom University mengatakan...

Apa yang dapat menjadi dampak negatif dari tindakan manusia yang tidak mampu menyaring globalisasi yang negative?
Greting Telkom University

Posting Komentar