6 Juni 2010

Membangun Kesadaran Ramah Lingkungan

It Was Published in Bali Post News Paper

OPINI

Sabtu, 5 Juni 2010

Syahrul Kirom
Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Filsafat, Fakultas Filsafat,
UGM Yogyakarta

Pada momentum hari Lingkungan Sedunia yang tepat jatuh 5 Juni 2010 ini. Masyarakat Indonesia harus mampu merefleksikan secara kritis-filosfosis akan arti pentinganya menjaga lingkungan hidup. Sebab apa. Lingkungan adalah alam semesta yang seharusnya dipelihara dan dilestarikan dengan baik. Lingkungan hidup ini merupakan ruh dan nyawa dari manusia.

Saat ini krisis lingkungan tengah terjadi, degradasi lingkungan tengah dirasakan semakin memburuk akhir-akhir ini. Seperti pemanasan global, kepunahan jenis, kekeringan yang panjang, kelangkaan air bersih, pencemaran lingkungan dan polusi udara, serta bencana banjir yang melanda beberapa daerah di Indonesia. Itu merupakan salah satu dari beberapa deret yang bisa menghancurkan peradaban umat manusia.

Hutan–hutan tropis yang merupakan tempat tinggal bagi jutaan spesies ditebangi secara illegal untuk pertanian, padang rumput, dan tempat tinggal. Bahan baku diambil dari permukaan bumi untuk menjaga kestabilan ekonomi dunia. Kita telah memperlakukan erat atmosfir, tanah, dan air sebagai wadah bagi limbah yang dihasilkan dari penggunanan energi dan sumber daya alam dalam kehidupan manusia.

Komunitas alam ini yang terdiri dari tumbuhan-tumbuhan, hewan, air, dan tanah, udara, dan manusia, telah dirusak oleh perilaku manusia sendiri. Salah satunya yang menyebabkan kerusakan hutan adalah paradigma antroposentrisme yang selalu mengeksploitasi dan menguras alam semesta demi memenuhi kepentingan dan kebutuhan hidupnya.

Pandangan antroposentrisme, disadari atau tidak, telah menimbulkan kejahatan terhadap lingkungan, peristiwa yang paling banyak disoroti dalam kaitannya dengan tentang keberadaan hutan, yang paling sering kita dengar setiap harinya adalah kejahatan terhadap hutan dan lingkungan alam. Terjadinya polusi udara, air, tanah, illegal loging, dan yang lainnya merupakan bagian dari kejahatan terhadap lingkungan.

Pada saat ini kerusakan hutan dan kebakaran hutan serta bencana banjir dan tanah longsor yang menimpa sejumlah beberapa daerah di Tanah Air sudah seringkali terjadi. Akan tetapi, fenomena itu tidak pernah memberikan kesadaran penuh kepada insan manusia yang berkesadaran untuk berefleksi secara kritis-filosofis, kenapa bencana itu terus terjadi di Indonesia? Salah siapakah ini?.

Hutan merupakan sumber kehidupan ini telah banyak dieksploitasi oleh manusia-manusia yang tak bertanggung jawab (unresponsibility) dan hanya ingin memenuhi hawa nafsu demi memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyak bagi individu. Yaitu dengan cara melakukan penjarahan hutan dan penebangan secara liar (illegal logging).

Karena itu, pemerintah dan masyarakat setempat harus melakukan langkah-langkah konstruktif dalam upaya menanggulangi kerusakan hutan di antaranya mengkampanyekan reboisasi dan penanaman pohon-pohon di daerah yang gundul dan gersang sebagai salah tindakan paling efektif. Maka dari itu, perlu digalakkan gerakan penanaman pohon-pohon atau penghijauaan di sekitar rumah kita dan sudut-sudut perkotaan sebagai bentuk untuk melestarikan hutan kita yang mengalami banyak penggundulan akibat ulah manusia yang tak bertanggung jawab.

Sementara itu, pemerintah dan aparat penegak hukum harus bersikap tegas untuk segera melakukan investigasi dan menangkap siapa saja para pelaku illegal logging yang sering menjarah hasil kekayaan alam Indonesia. Sehingga dengan upaya penangkapan oknum-oknum yang mengeskploitasi bisa menimbulkan efek jera agar aksi kejahatan tersebut tidak terjadi lagi.

Kerusakan hutan di Indonesia juga semakin dipertegas dalam Guiness Book World of Records tahun 2008. Bahwa Indonesia adalah negara yang mengalami deforestasi terbesar dunia. Indonesia kembali memperoleh nilai buruk pengelolaan hutan. Kerusakan hutan itu diakibatkan adanya kebakaran yang terus terjadi. Bahkan Indonesia di tuduh sebagai penghasil karbon terbesar dan memperoleh peringkat kinerja lingkungan ke-102 dari 149 negara yang tercatat dalam EPI (Enviromental Performance Index) tahun 2008. Peringkat itu dirilis dalam World Economic Forum di Davos AS, Januari 2008.

Ramah Hutan

Karena itu, tak salah kiranya jika hampir setiap hari terdengar laporan pengurangan lahan hutan karena penggundulan. Setiap tahun kita juga mendengar laporan menipisnya lapisan ozon di atmosfir bumi. Peristiwa kerusakan hutan jelas juga menyebabkan terjadi bencana banjir, tanah longsor dan gempa bumi.

Henry Skolomowski, seorang filsuf, filsafat lingkungan menyebutnya sebagai permasalah lingkungan. Itu semua mengacu pada adanya sebuah akibat dari interaksi antara manusia dan lingkungan alam sekitarnya. Dalam skala yang lebih besar bisa disebut sebagai masalah ekologis.

Krisis ekologi, krisis bumi dan krisis hutan yang seolah tak berujung. Hal ini merupakan implikasi dari perbuatan dan tindakan manusia yang melakukan pejarahan hasil bumi dan menimbulkan kehancuran hutan. Di sisi lain, kejahatan hutan ini ternyata juga dilakukan karena ada muatan kepentingan ekonomi dan kecanggihan alat teknologi.

Kenyataan itu semakin menegaskan bahwa manusia telah kehilangan nilai-nilai moralitas untuk memelihara hutan. Karena itu, manusia harus mampu mengatur hubungannya dengan hutan dan alam sekitarnya. Manusia harus memandang bahwa hutan merupakan kesatuan utuh yang saling melengkapi. Akan tetapi, sebaliknya hutan justru tambah disakiti oleh manusia sendiri yang tak bermoral. Tak salah kirannya, jika hutan mengamuk dan memorak-porandakan segala harta dan menghilangkan nyawa manusia.

Oleh karena itu, cara pandang manusia terhadap keberadaan hutan inilah yang perlu diubah agar sikap dan perilaku manusia lebih sedikit arif dan bijaksana dalam memaknai eksistensi hutan Karena itu, manusia harus mengembangkan konsepsi tentang hutan yang mengagungkan dan menghormati hutan, juga menganggap hutan sebagai sesuatu yang sakral dan hidup. Dengan begitu, akan melahirkan sikap yang menghormati dan peduli terhadap hutan dan alam sekitarnya.

Dengan demikian, kita harus menyadari bahwa keberadaan hutan dan alam semesta sama dengan posisi manusia yang juga perlu dirawat dan dipelihara dengan baik. Sehingga adanya bencana banjir, angin puting beliung, gempa bumi dan tanah longsor, kita perlu mengedepankan nilai-nilai moralitas terhadap eksistensi hutan. Umat manusia bisa tergugah untuk kembali merekonstruksi dan melestarikan kondisi hutan kita yang semakin hari demi hari mengalami kehancuran. Semoga ***

0 komentar:

Posting Komentar