15 Mei 2011

STUDI BANDING CERMIN HEDONISME DPR

It Was Published in Kontan News Paper

Senin, 9 Mei 2011

OPINI

Syahrul Kirom, Mahasiswa Pascasarjana (S2), Program Master Filsafat, Fakultas Filsafat, UGM, Yogyakarta dan Staf Pengajar, Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin (STIU) Khozinatul Ulum Blora, Jawa Tengah.


Studi banding anggota DPR RI ke beberapa negara di Eropa seperti di Australia, Amerika Serikat, dan Prancis perlu mendapat sorotan dan kritikan yang lebih tajam. Pasalnya, tindakan anggota DPR RI hanya menghabiskan uang rakyat. Tindakan itu semakin tidak mencerminkan ketidakpedulian pejabat negara terhadap rakyat Indonesia yang sedang susah.

Adapun anggaran yang digunakan, anggaran kunjungan Komisi I ke lima negara mencapai Rp 5,7 miliar dengan rincian ke Amerika Serikat (1-7 Mei) senilai Rp 1,4 miliar, ke Rusia Rp 1,2 miliar, Turki (16-22 April) Rp 879 juta, Prancis (12-20 Apri) menghabiskan Rp 944 juta, dan ke Spanyol Rp 1,2 miliar. Adapun, anggaran Komisi VIII untuk berkunjung ke Cina dan Australia pada 17-24 April mencapai Rp 1,4 miliar dengan rincian ke Cina Rp 668 juta dan Australia Rp 811 juta. Komisi VIII ke Cina dan Australia dalam rangka menyusun Rancangan Undang-undang Fakir Miskin (http://berita.liputan6.com)

Realitas itu, disadari atau tidak, membuktikan bahwa para wakil rakyat telah melakukan pemborosan uang rakyat. Tanpa ada orientasi dan output yang jelas bagi kepentingan negara dan rakyat. Selain itu, terkadang ada para anggota DPR yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan jasa itu untuk bersenang-senang, rekreasi dan bersafari ke tempat yang megah.

Bukankah lebih baik bila uang rakyat yang dipakai pergi ke Eropa itu disumbangkan kepada rakyat miskin. Fenomena studi banding anggota DPR ke luar negeri itu dinilai oleh masyarakat terlalu berlebihan dan berfoya-foya, juga mendeskreditkan kaum marginal. Mereka sudah tidak peduli dengan nasib rakyat, yang mereka pikirkan adalah sudah seberapa banyakkah uang yang masuk ke dalam kantongnya.

Tak ayal lagi, jika studi banding yang tidak jelas ke luar negeri atau Eropa telah membuat masyarakat selalu senantiasa bertanya-tanya dan curiga kepada para anggota DPR. Hal itu semakin menunjukkan ketidakjelasan bahwa kinerja mereka semakin carut-marut dalam mengatasi persoalan bangsa Indonesia.

Plesiran anggota DPR RI ke Eropa semakin jelas memberikan narasi pada kita bahwa mereka tidak punya hati nurani dan nalar yang tajam dalam setiap menghadapi dan memecahkan masalah bangsa Indonesia. Meminjam istilahnya Gus Dur para pejabat negara masih bersikap kekanak-kanakan. Keberanian mereka untuk melakukan studi banding justru akan menjadi boomerang dan cambuk bagi masyarakat Indonesia.

Maka dari itu, kunjungan para anggota DPR itu hanya akan menciptakan unsur perseteruan dan jurang pemisah antara kaum borjuis dan proletar. Tindakan itulah yang akan menciptakan suasana munculnya beragam aksi demo oleh elemen masyarakat, melainkan juga memperkeruh kondisi bangsa Indonesia.

Tinjauan Filosofis

Sungguh sikap yang irrasional dan buta mata hatinya di tengah-tengah merebaknya himpitan derita rakyat yang melanda bangsa Indonesia mulai dari bencana banjir lumpur panas, gempa bumi, kelaparan, dan bahkan kekeringan. Mereka tega-teganya masih bersikeras dan bersikukuh serta ngotot sekali untuk berkunjung ke Eropa yang katanya kunjungan itu guna kepentingan rakyat, memperbaiki perekonomian negara kita dan memajukan keadaan bangsa Indonesia.

Padahal, studi banding itu lebih mengandung nuansa berwisata. Apalagi selama ini tidak ada kinerja pemerintah yang berarti dari anggota DPR RI terutama untuk kepentingan bangsa Indonesia. Studi banding itu sangat tidak efektif. Semua nonsense belaka dan hanya sebuah apologi saja. Rakyat hanya dikibuli dan studi banding itu hanya untuk berwisata saj. Pada titik itulah sikap hedonis yang ditonjolkan oleh anggota DPR RI mulai terlihat dan telah menjiwai alam pikirannya. Jika seseorang bersikap baik hanya untuk memuaskan keinginanya berarti ia telah mementingkan ego pribadinya.

Berpijak dari asumsi tersebut, kiranya perlu dikemukakan sebuah catatan kritis. K Bertens dalam bukunya Etika (2003) pernah menyatakan apakah manusia dalam hidupnya hanya selalu mencari kesenangan duniawi?apakah manusia menurut kodratnya hanya mencari kesenangan dalam arti tidak lagi menjadi manusia (tapi malaikat atau apa), jika manusia tidak mencari kesenangan? Apakah tidak mungkin juga bila manusia membaktikan seluruhnya hidupnya demi kebaikan orang lain, dengan niat murni tanpa pamrih? Atau setidak-tidaknya untuk memperoleh kebahagian kekal di surga sebagai pahala atas jerih payahnya hidup di bumi ini.

Menurut Aristippos seorang filsuf asal Yunani, sekaligus pencetus paham hedonisme ini mengatakan bahwa kesenangan manusia sebenarnya masih bersifat badani, aktual, dan individual. Perlu upaya pengendalian dan kontrol diri. Akan tetapi, yang lebih signifikant dalam perspektif filosofis adalah jika manusia itu bisa mempergunakan kesenangan dengan baik untuk membaktikan hidupnya dengan melayani orang yang paling miskin dan membutuhkan pertolongannya justru itu akan lebih bernilai dan memiliki arti (meaningfull).

Pertanyaan yang perlu diajukan ke meja sidang DPR adalah kewajiban manakah yang harus diutamakan, melaksanakan kunjungan ke Eropa atau luar negeri dengan menghabiskan uang rakyat atau menolong rakyatnya yang menderita? Apalagi saat ini saat ini kita disuruh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk berhemat, justru sebaliknya para pejabat negara berekreasi dan bersenang-senang ke luar negeri menghabiskan uang rakyat. Lalu di mana pertanggungjawaban studi banding, DPR RI harus Jujur. Semoga.