18 November 2008

Menjaga Lingkungan Dari Banjir

Dimuat Harian Pikiran Rakyat
18 Novemmber 2008

OPINI

Oleh : Syahrul Kirom *

Kejadian bencana banjir yang mengancam beberapa daerah di wilayah di Indonesia ini termasuk di Jawa Barat dan sekitarnya, seolah bencana banjir itu tidak pernah menyadarkan pemerintah daerah akan arti pentingnya menjaga lingkungan hidup. Bencana banjir yang seringkali terjadi pada musim penghujan merupakan kesalahan dari sistem pemerintah yang kurang siap untuk mengantisipasi krisis lingkungan. Padahal, fenomena banjir ini hampir tiap berganti tahun terus mengancam beberapa daerah di Indonesia.

Akan tetapi, itu semua tidak pernah dijadikan sebuah pelajaran oleh pemerintah untuk mengatasi dan mengadakan upaya preventif. Pemerintah daerah baru sadar bertindak ketika bencana banjir telah menewaskan beberapa orang. Inilah sistem penyelenggaraan pemerintah yang kurang tanggap terhadap persoalan sosial. Sistem pemerintahan daerah yang jelek dan kurang peduli terhadap pengelolaan lingkungan hidup.

Sementara itu, sistem pemerintah daerah yang baik (good governance) adalah dengan pengelolaan lingkungan hidup yang baik, ini jelas memiliki korelasi sangat positif antara pemerintah daerah dan masyarakat. Penyelenggaraan pemerintah yang baik akan mempengaruhi dan menentukan pengelolaan lingkungan hidup yang nyaman.

Karena itu, pengelolaan lingkungan hidup yang baik mencerminkan tingkat penyelenggaraan pemerintah daerah yang baik. Tanpa penyelenggaraan pemerintah yang baik, sulit mengharapkan akan adanya pengelolaan lingkungan hidup. Pemerintah tentu saja perlu menyadari bahwa kelalaian untuk mengurus lingkungan ini jelas akan menyebabkan kerugian umat manusia, di antaranya terjadinya timbulnya bencana banjir dan kerugian harta dan barang-barang yang berada di rumah serta nyawa manusia hilang.

Pemerintah daerah juga perlu menyadari secara serius kesalahan kebijakan dibidang lingkungan hidup akan sangat merugikan, baik dari segi ekonomi, kesehatan, lingkungan hidup itu sendiri, kehancuran budaya masyarakat yang terkait lingkungan, ketahanan sosial dan kualitas kehidupan manusia. Maka dari itu, kesadaran terhadap lingkungan harus menjadi bagian integral dari keseluruhan kebijakan pembangunan. Lingkungan hidup tidak boleh menjadi sekadar aspek pinggiran, setelah ekonomi.

Keseriusan pemerintah daerah dalam menangani bencana banjir mengandaikan pula adanya komitmen moral pemerintah dalam mematuhi berbagai ketentuan formal dalam hal ini adalah analisis dampak lingkungan (Amdal) dan kebijakan yang pro lingkungan. Kalau komitmen moral pemerintah tidak bisa dijamin, persoalan lingkungan hidup ini akan terabaikan.

Kritik Kebijakan Pemerintah Daerah
Ini berarti. Pertama, penyelenggaraan pemerintah daerah harus mempunyai integritas moral yang diandalkan secara profesional. Dengan kata lain, moralitas pejabat publik baik dibidang lingkungan ataupun di bidang lain yang terkait merupakan faktor penting, agar aturan lingkungan hidup dan aturan yang lainnya tidak dilanggar.

Sehubungan dengan bencana banjir, bahwa sebagian besar kerusakan dan kehancuran lingkungan hidup di Indonesia terutama disebabkan oleh lemahnya moralitas pejabat pemerintah yang berwenang. Rendahnya moralitas pejabat pemerintah cenderung menyebabkan mereka berani menyalahgunakan kekuasaan untuk mengambil kebijakan yang bertentangan dengan ketentuan formal dalam kaitan dengan lingkungan hidup.

Fenomena ini jelas lepas dari pertimbangan filosofis mengenai cara pandang pemerintah terhadap alam, manusia dan tempat manusia dalam alam. Selain itu, disebabkan juga kebobrokan mental pejabat pemerintah daerah lemah secara moral sehingga dipengaruhi baik oleh uang, kedudukan, dan aspek lain dalam mengambil keputusan yang bertentangan dengan ketentuan formal.

Kedua, kesediaan pemerintah daerah dalam mendengarkan dan bekerja sama dengan semua pihak terkait termasuk di daerah tersebut dalam mengelola lingkungan hidup. Ada keterbukaan, saling percaya dan saling bekerja sama untuk menjamin lingkungan hidup yang baik.

Ketiga, harus ada masyarakat yang kuat dan mampu memainkan peran kontrol terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah di bidang lingkungan. Kontrol ini bertujuan untuk menjamin kepentingan bersama di bidang lingkungan dan karena itu jauh dari motif-motif politik yang sempit demi kepentingan kelompok tertentu. Bersamaan dengan itu, perlu terus dikembangkan perimbangan dan kontrol yang positif di antara kekuatan utama dalam msayarakat, yaitu antara pemerintah dengan kekuatan politiknya, sektor swasta dengan kekuatan ekonominya, dan masyarakat dengan kekuatan moral.

Keempat, perlu adanya penegakan hukum lingkungan hidup dalam rangka menjamin kebersihan lingkungan yang baik. Penegakan hukum merupakan salah satu aspek penting. Dengan sistem penyelenggaraan pemerintah daerah dan pusat yang baik, karena keadilan hukum sangat tergantung dari baik-buruknya penyelenggaraan sistem pemerintahan.

Maksudnya, jika kita mendambakan penegakan hukum lingkungan yang baik, maka penyelenggaran pemerintah yang baik merupakan sebuah keniscayaan. Untuk membangun penegakan hukum di bidang lingkungan tersebut, gerakan bersama perlu dilakukan dalam upaya membangun pola hidup yang ramah lingkungan demi menyelamatkan lingkungan hidup dan menumbuhkan budaya hukum dalam bidang kebersihan dan reboisasi hutan.

Terlepas dari itu, kebijakan pemerintah daerah yang terus menjalankan proyek pembangunan (developmentalism) untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, tanpa dimbangi dengan proses reboisasi atau penanaman tumbuh-tumbuhan di pinggir jalan raya ini jelas akan menyebabkan bencana banjir yang semakin besar. Sebab apa, proses penyerapan air terhadap tumbuhan-tumbuhan tidak ada.

Dengan demikian, penyelenggaraan pemerintah daerah yang baik dibidang lingkungan mengandaikan kesediaan untuk mendengar aspirasi dan kehendak masyarakat dalam hal pengelolaan lingkungan. Persoalan bencana banjir adalah urusan dan tanggung jawab semua elemen masyarakat. Untuk mengatasi bencana banjir ini pemerintah harus bekerja sama dengan berbagai pihak, khusunya masyarakat dan LSM untuk melakukan pelestarian lingkungan. Karena kesediaan mendengar, kesediaan berkomunikasi, bertukar pikiran dan belajar adalah salah satu bentuk penyelenggaran pemerintah yang baik.

Karena itu, pemerintah daerah sudah seharusnya mengajak semua pihak untuk berdiskusi dan meninjau berbagai ketentuan dan kebijakan yang ada, serta bersama-sama merumuskan berbagai kebijakan dan ketentuan dampak lingkungan, khususnya peraturan perundang-undangan, dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup secara lebih baik. Begitu pula, berbagai pihak perlu diajak untuk bersama-sama menyelesaikan sebuah permasalahan dan kasus bencana banjir (lingkungan) yang ada sesuai dengan peran, tugas dan tanggung jawab masing-masing. Semoga.

* Penulis adalah Peneliti Sosial, Alumnus Jurusan Aqidah dan Filsafat, Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

6 November 2008

Dari Raja Jawa ke RI 1

Dimuat di Koran Kompas Jogja

Selasa, 4 November 2008

Oleh : Syahrul Kirom*

Forum

Suhu perpolitikan kian memanas. Hal ini, antara lain, disebabkan raja Jawa dari Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono X, siap maju dalam pemilihan calon presiden 2009. Fenomena itu tentu membuat persaingan antarcalon presiden semakin menghangat.

Panggilan Ibu Pertiwi bagi HB X menjadi pemimpin kini sangat diharapkan oleh masyarakat Indonesia. Selama kepemimpinan Orde Lama, Orde Baru, hingga pasca-Reformasi yang berjalan sekitar 10 tahun tidak ada satu perubahan signifikan untuk membawa perbaikan bangsa Indonesia terutama guna mengentaskan kemiskinan, kesejahteraan, kemakmuran, keadilan hukum, dan demokratisasi.

Keputusan Sultan maju menjadi calon presiden (capres) tentu saja bukan sebuah sikap yang ujug-ujug (tiba-tiba) muncul. Keputusan itu sudah melewati dan melalui proses perenungan secara kritis dan filosofis dengan kontemplasi yang sangat lama, bahkan semadi panjang dan berulang guna merumuskan kata hati nuraninya untuk menjadi pemimpin bangsa Indonesia dan merebut kedaulatan rakyat Indonesia dari para pemimpin wakil rakyat yang kurang bertanggung jawab atas nasib rakyat seluruh Indonesia.

Karena itu, sudah selayaknya dan seharusnya HB X harus mencalonkan diri menjadi capres. Rakyat dan masyarakat Indonesia sudah tidak tahan mendengar dan mengalami penderitaan ekonomi, peperangan, konflik, kekerasan atas nama agama dan gizi buruk, hingga korupsi yang merajalela. Hal itulah yang menyebabkan HB X harus turut andil membawa perubahan bagi negara dan bangsa Indonesia.

Di samping itu, majunya Sultan menjadi capres mendapat banyak dukungan dari elemen masyarakat seperti Gerakan Kawula Mataram Manunggal (GKMM), Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) DI Yogyakarta, Manunggaling Pasederekan Sleman, Kelompok Perajin, Masyarakat Seniman Tradisional, Paguyuban 21, Komunitas Pendidikan, Forum Petani dan Paguyuban Pedagang, termasuk kelompok masyarakat non-golongan yang berasal dari Demak, Grobogan, Magelang, Purworejo, Wonogiri, dan Malang, Jawa Timur.

Sultan merupakan salah seorang "satrio piningit" satu-satunya yang bisa diharapkan orang-orang Jawa dan bahkan banyak masyarakat dari kerajaan lainnya untuk memegang tampuk kekuasaan dalam Pemilu 2009. Satrio piningit, dalam kisah Jawa ini, merupakan pemimpin yang bisa membawa perubahan.

Dalam diskusi di salah satu stasiun televisi, ketika diwawancarai, Sultan maju ke pentas politik nasional atas kehendak rakyat dan karena hati nuraninya untuk memimpin kerajaan Indonesia. Sultan maju menjadi capres bukan karena faktor memperebutkan kekuasaan. Sultan ingin mengabdikan diri kepada masyarakat serta menjalankan fungsi sebagai manusia biasa sebagai pemimpin yang bisa mengayomi, melindungi, bahkan memberikan ketenteraman rakyat.

Majunya Sultan menjadi capres sangat menarik ditelaah secara kritis. Pasalnya, banyak tokoh reformasi yang sangat berambisi merebut kekuasaaan untuk memperoleh keuntungan pribadi dan kelompoknya serta berkoar-koar dengan lantang mencalonkan diri sebagai capres tanpa memahami kapasitasnya. Namun, Sultan begitu tenang dan lebih banyak melakukan semadi dan diam seolah melihat keadaan yang sedang dialami, yaitu penderitaan rakyat Indonesia.

Masih proses
Dalam konteks perpolitikan di Indonesia, banyak pakar politik mengatakan, ketika HB X maju menjadi capres 2009, pertanyaan yang mengemuka adalah apa kendaraan politik yang digunakan? Apakah Sultan sudah mengalkulasi jumlah pemilih? Apakah HB X bisa memperoleh suara 20 persen dalam pemilu legislatif?

Dalam perhitungan dan peta politik, sementara kalangan menilai HB X kurang memiliki dukungan yang kuat dari massa lainnya untuk menjadi capres. Akan tetapi, itu semua masih menjadi sebuah proses. Pemilu masih sekitar tujuh bulan, waktu yang masih panjang untuk Sultan membangun koalisi dan komunikasi lainnya dengan partai-partai kecil. Tentu kita berharap partai-partai kecil seperti PAN, PKS, PKB, PBB, PKNU bisa berkoalisi mencalonkan Sultan menjadi presiden. Sebab, inilah pemimpin yang layak bagi rakyat Indonesia.

Perlu kita sadari bahwa politik dalam menentukan siapa yang pasti dan bakal menjadi calon presiden tidak bisa ditentukan dengan hitung-hitungan angka dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat. Karena bagaimanapun ketika Ngarsa Dalem Sultan HB X maju tentu banyak dukungan dan arahan yang jelas serta kemungkinan peluang- peluang untuk mendukungnya sangat besar.

Sementara itu, meminjam bahasa Agus Wibowo, bahwa Sultan adalah seorang yang memiliki karisma pribadi yang penuh dengan keteladanan. Karisma dan kewibawaan dalam memimpin bisa dilihat dari kemampuannya menafsirkan filosofi Takhta (kekuasaan) hanyalah untuk rakyat dan mengabdi untuk bangsa dan negara Indonesia tercinta ini.

Raja Keraton Kasultanan Yogyakarta tersebut, oleh sebagian kalangan, dianggap mumpuni untuk melanjutkan estafet kepemimpinan nasional. Satu hal yang pasti, rakyat menghendaki figur pemimpin yang terbaik, yang bisa membawa kehidupan bangsa ini menjadi semakin baik ke depan. Karena itu, majunya Sultan juga harus mendapat dukungan seluruh masyarakat Indonesia.

Sultan merupakan tokoh yang ideal untuk menjadi pemimpin karena ia mempunyai karakter yang sesuai dengan keadaan bangsa kita yang sangat plural, demokratis, dan multireligius. Sultan memiliki kepemimpinan dan keteladanan serta keberpihakan kepada rakyat Indonesia, tanpa ada tendensi apa pun dalam mencalonkan menjadi presiden pada Pemilu 2009 untuk merebut kekuasaan, bahkan untuk menjual aset-aset negara. Sultan adalah raja Jawa, sosok linuwih dan penuh pengabdian yang diberi mandat dari raja leluhurnya untuk menjadi pemimpin masa depan yang mampu membawa kemajuan dan perubahan bagi Republik Indonesia. Semoga.

* Syahrul Kirom Alumnus Jurusan Aqidah dan Filsafat Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

5 November 2008

Empat Tahun SBY

Dilansir dari Koran Jurnas

Jakarta | Sabtu, 01 November 2008

Surat Pembaca

Empat tahun sudah kini perjalanan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam memimpin bangsa Indonesia sudah dilaluinya dari 20 Oktober 2004-20 Oktober 2008. Banyak hal yang telah diupayakan dan dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memperbaiki kondisi bangsa Indonesia mulai dari aspek bidang eknomi, sosial, politik, hukum dan agama. Dalam kepemimpinannya SBY banyak sekali menunjukkan perubahan ke arah titik terang untuk masyarakat Indonesia tercinta ini.

Pertama, dalam bidang ekonomi, indikator-indikator makro ekonomi terus menunjukkan perbaikan. Tingkat pertumbuhan ekonomi tahun 2007 mencapai 6,3 persen, tertinggi dalam tujuh tahun terakhir. Pada tahun 2001 tingkat pertumbuhan 3,6 persen, lalu 4,5 persen pada 2002, 4,8 persen (2003), 5 persen (2004), 5,7 persen (2005), dan 5,5 persen (2006).

Tingkat pengangguran terbuka bisa ditekan hingga 8,5 persen pada 2008 berdasar survei Badan Pusat Statistik semester pertama tahun ini. Bahkan angka tingkat kemiskinan bisa dikatakan semakin menurun drastis. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Maret 2008 ini akan kemiskinan sangat menurun sekali sekitar 34, 96 juta orang miskin. Karena itu, kita harus berbangga diri atas kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono

Kedua, dalam bidang sosial, misalnya mengenai bencana alam, gempa bumi dan banjir serta tanah longsor sudah banyak diselesaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Melainkan juga, masalah sosial lainnya seperti gizi buruk, kasus kekerasan dan tawuran antar mahasiswa, penjarahan, pencurian, perampokan dan pembunuhan sudah banyak diselesaikan secara hukum dengan adil dan demokrasi.

Di sisi lain, di bidang politik, kemajuan telah banyak diraih. Dalam perkembangan perpolitikan di Indonesia sistem demokrasi hampir berjalan di beberapa daerah wilayah di Indonesia. Bahkan Indonesia merupakan negara paling demokrasi ketiga dunia setelah Amerika Serikat, dan India.

Ketiga, di bidang hukum, pemberantasan terhadap praktik korupsi yang sangat merugikan uang negara dan rakyat Indonesia pun membawa ke arah kemajuan yang sangat pesat. Di era kepemimpinan SBY banyak para pelaku korupsi yang di tangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai dari anggota DPR RI, Kejaksaan Tinggi Negara, DPRD, Gubernur hingga pada Bupati.

Keempat, di bidang agama, upaya yang dilakukan SBY untuk merajut perdamaiaan dan toleransi antarumat beragama pun cukup berhasil, terutama dalam memberikan perdamaiaan misalnya antara Jemaat Ahmadiyah dan masyarakat muslim lainya. Praktik pluralisme, sikap inklusivisme terus di contohkan oleh pemerintahan SBY sebagai upaya untuk mewujudkan perdamaiaan antar umat beragama secara nasional.

Karena itu, semua keberhasilan SBY perlu diapreasiasi. Sebab kinerja SBY telah memberikan sumbangsih yang berarti bagi rakyat Indonesia dan seluruh peradaban bangsa Indonesia. Kerja keras yang dilakukan pemerintahan SBY bersama kabinetnya adalah yang terbaik. Kita semua juga harus menghargai dan menghormati hasil kerja keras yang telah dilakukan pemerintahan SBY.

Syahrul Kirom
Sleman, Yogyakarta

3 November 2008

Membangun Akses Partisipasi bagi Rakyat

Telah Dimuat di Harian Bali Post
Senin, 3 November 2008

OPINI

Oleh : Syahrul Kirom*

Dalam karya masterpiece Aristoteles 'The Nichomachean Ethic' (1998) menguraikan secara komprehensif bagaimana manusia harus menjalankan kewajiban prinsip-prinsip dan ajaran etika politik dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Politik sendiri secara etis merupakan suatu ilmu dan seni untuk mencapai kekuasaan demi kepentingan seluruh umat manusia. Bukan atas nama kepentingan individu, kelompok maupun partai politik (parpol).

Pertanyaannya secara filosofis yang perlu diajukan kenapa makna politik mengalami pergeseran paradigma yang melenceng begitu jauh dari maksud dan tujuan politik? Sehingga kita bisa melihat bagaimana kondisi perpolitikan di Indonesia menjelang Pemilu 2009 semakin carut-marut dan tidak mampu membawa suatu perubahan dan kemajuan bangsa Indonesia. Hal itu disebabkan para elite politik tidak mampu dan mengerti secara esensial apa itu tujuan politik secara komprehensif?

Pemahaman yang tidak utuh tentang tujuan politik dan dibentuknya partai politik akan menyebabkan kehancuran peradaban bangsa Indonesia. Adanya partai politik dibentuk adalah sebagai upaya untuk mencari wakil rakyat yang duduk di DPR maupun DPRD sehingga aspirasi seluruh rakyat Indonesia bisa tersampaikan, bukan aspirasi kelompok partai politik saja. Itu yang perlu diperhatikan kepada elite politik.

Sebab, fenomena untuk mementingkan partai politiknya sendiri nampak jelas dalam sikap dan perilaku elite politik dalam menentukan kebijakan pemerintah pusat maupun daerah. Sehingga pada akhirnya, telikungan antarpartai politik untuk menjatuhkan akan saling terjadi. Pada akhirnya, persoalan-persoalan kebangsaan semakin tidak dapat diselesaikan. Karena, elite politik hanya sibuk mengurus dan mementingkan parpolnya.

Karena itu, etika politik perlu dijalankan dalam roda demokrasi menjelang Pemilu 2009, sebagai upaya mewujudkan pemerintahan yang adil, demokratis dan beradab. Dengan begitu, elite politik harus belajar dan menjunjung tinggi nilai-nilai etika politik serta prinsip-prinsipnya.

Menurut Franz Magnis Suseno, satu prinsip dasar yang diandaikan ialah bahwa manusia-apriori dan prima facie --harus bersikap baik dan tidak buruk terhadap siapa saja dan apa saja yang ada, jadi bahwa terhadap kita apriori mengambil sikap yang mendukung, membela, menyetujui, memajukan, melindungi, memberi ruang perkembangan daripada merusak, menyiksa, mencekik dan membatasi hak rakyat Indonesia.

Prinsip-prinsip itu perlu diimplementasikan oleh elite politik dan para politisi sekarang ini sebagai wujud dari pengejawantahan dalam prinsip kesejahteraan umum -- yang mempunyai relevansi politik tinggi -- yang mempunyai tujuan bahwa semua tindakan dan kebijaksanaan para politisi, elite politik dan pejabat birokrasi, harus demi keuntungan yang sebesar-besarnya dari orang sebanyak-sebanyaknya, asal tidak melanggar hak dan keadilan.

Pada dasarnya, prinsip keadilan adalah bagian etika politik, yang mengatakan bahwa kita wajib memperlakukan semua orang dengan adil. Artinya, menghormati hak-hak masyarakat Indonesia dan memberikan perlakuan yang sama dalam situasi yang sama. Prinsip keadilan itu adalah sikap para elite politik untuk bisa menghormati siapa pun bahkan terhadap dirinya sendiri.

Dengan demikian, prinsip itu juga berarti telah menuntut tanggung jawab manusia terhadap dirinya sendiri demi tujuan tertentu, bahkan demi tujuan yang baik dan ia jangan pernah membiarkan dirinya dimanfaatkan oleh orang lain sebagai alat saja, dengan diperas, diperkosa atau diperbudak oleh siapa pun untuk bisa memperoleh kekuasaan dengan jalan yang kotor.

Keutamaan Moral
Keutamaan-keutamaan moral dalam politik perlu dijunjung tinggi dalam perpolitikan di Indonesia dengan selalu mengedepankan keutamaan moral seperti kejujuran, keadilan, kesejahteraan dan pengabdian terhadap rakyat. Hal ini sesungguhnya akan membangun perilaku para politisi dan elite politik untuk mengendalikan terjadinya perilaku korupsi yang saat ini marak dilakukan oleh wakil rakyat.

Maka dari itu, etika politik telah memberikan landasan yang positif sebagai rambu-rambu untuk tidak melakukan perbuatan buruk. Ketika kita melakukan yang baik, jelas itu akan berimplikasi yang baik pula pada diri sendiri. Memiliki pengendalian diri untuk tidak korupsi, dengan mengendalikan diri merupakan nilai-nilai dari etika politik. Menjadi pemberani dengan melakukan tindakan-tindakan yang berani dalam pemberantasan korupsi adalah suatu kebaikan.

Di sisi lain, hal itu juga diperkuat dengan apa yang terjadi dalam negara Indonesia. Penegak hukum menjadikan warga negara baik dengan cara mengajarkan secara berulang-ulang kebiasaan baik dengan selalu menegakkan hukum seadil-adilnya. Ini merupakan tujuan dari penegak hukum. Jika ia tidak berhasil melakukan itu, penegakan hukum dianggap gagal. Di sinilah sebuah undang-undang yang baik dibedakan dari yang buruk.

Etika politik pada dasarnya mengajarkan pada sikap-sikap politik yang lebih etis, dengan selalu mengedepankan nilai-nilai moralitas, kejujuran, keadilan dan kesejehateraan. Sikap etis dengan sangat tegas melarang adanya memanipulasi, mengibuli dan menyalahgunakan kekuasaan. Hal itu merupakan salah satu pelanggaran dalam esensi etika politik.

Kebaikan dalam berpolitik harus diwujudkan dalam setiap partai politik dan bahkan dalam menentukan setiap kebijakan pemerintah. Sementara itu, koalisi antar-parpol harus juga dijadikan langkah awal dalam merajut nilai-nilai etis dalam politik. Tujuannya satu, bahwa koalisi untuk mencapai kekuasaan secara bersama harus dilandasi untuk membangun dan memperbaiki kondisi kebangsaan yang saat ini sedang dilanda berbagai musibah dan krisis keuangan global. Karena itu, kesejahteraan rakyat Indonesia harus menjadi prioritas paling utama.

Dengan demikian, dalam konteks perpolitikan di Indonesia menjelang Pemilu 2009, persoalan yang baik harus dikedepankan, baik dalam arti mampu membawa politik ke dalam sistem demokrasi yang lebih adil dan bermartabat. Sehingga, tujuan politik adalah yang baik bagi manusia, baik bagi seluruh bangsa Indonesia. Perpolitikan di Indonesia akan lebih maju, manakala elite politik mampu menjalankan peran dan fungsi sebagai abdi negara dalam melakukan kebijakan-kebijakan demi kepentingan rakyat Indonesia.

* Penulis, peneliti tinggal di Yogyakarta